First post in 2018! Yay!

Wkwkwkwkwk. Bener-bener blog yang enggak keurus.
Tapi hari ini, aku punya bahan :)
Seseorang membuatku bersemangat untuk menulis tulisan ini.

Alkisah pada hari ini, aku tidak sengaja membuka fb-lama-ku. Ya, harus aku tulis "lama" karena memang aku jarang membuka fb. Sangat. Jarang. Aku menemukan sebuah tanda berangka 1 pada tab pesan. Salah seorang teman SMA ku ternyata mengirimiku pesan. Bunyinya seperti ini,

"au gk pp kan kalau aku sering memasukkan namamu ditiap cerita blog ku??"
23 Mei. Dikirim dari Seluler

And I be lyke, WHAT?
Aku pernah ingat dia punya blog, but---
"NANDE IKINARI?! E? WHAE? WHY? NANDE? NAZE? ORE?"
----------------lebay lu au.

Nah kira-kira gitu. Langsung deh, aku mengaktifkan skill pencarian blog si dia -mari kasih inisial H- and luckily, ketemu. Then, aku membaca-baca blognya. Not always about love, but yeah dia memasukkan namaku di postingnnya tanpa sensor. Aulia.

Kalau boleh mengkritik, sebenarnya postingan blognya rada membingungkan. Marude -feels like-, dia sedang mencurahkan apa yang ada di kepalanya begitu saja tanpa disusun terlebih dahulu menjadi suatu kerangka yang berkesinambungan. Dia, si H, mencurahkan banyak hal. Tentang dirinya, persahabatannya, keluarganya, pemikirannya, sampai love story-nya. Saat menerima pesannya, aku sampai terkejut dia masih menulis di blognya.

--> sedang berkaca pada diri sendiri.

Ah, tadi aku menyebutkan not always about love, ya. Itu karena namaku masuk ke dalam postingannya yang bergenre romance. Yep, aku pernah menjadi orang yang dia sukai. Orang yang dia jatuh-cinta-i. Kalau kalian berharap ada suatu postingan yang khusus nyeritain aku ---e, ekspektasi kalian terlalu tinggi.

--> tadinya juga berpikir begitu.

Namaku kadang muncul dalam postingan dia yang juga banyak menyebut nama cewek-cewek lain. Playboy? HAHAHA. Enggak :) Nappeun namja anieyo -He's not a bad guy. Dia itu kalau cerita, dari akar. Yak, cewek yang dia suka pas SD aja diceritain. Kkk. Kenapa banyak nama? Karena dia juga nyeritain nama-nama cewek yang -kata dia- sukak sama dia, tapi dia gabisa balas perasaan mereka. Gitchu.

Ah, intinya, di postingan dia yang bergenre romance, dia menceritakan segala yang dia mau. Masa dia PDKT. alasan dia menyukai seorang cewek, keraguan hatinya, semaunya dia, seleluasanya dia, tanpa sensor :)
Setelah membaca-baca postingan blognya, rasanya aku iri.
Aku iri bagaimana dia bisa memanfaatkan platform blogger sebagai tempat dia bisa mencurahkan segala sesuatu yang dia mau, tanpa sensor, kepada publik. Meski bukan blogger terkenal tapi aku yakin teman-teman H ada yang membacanya, apalagi dia share postingannya ke fb. Kalau aku mah, postingan blogku cuman kushare ke google plus. Aku memang tidak benar-benar berniat teman-temanku untuk membacanya. Karena itu, tiap ada orang nyasar ke blogku, membaca, lalu meninggalkan jejak komentar, aku sangat senang sekali,

terima kasih, Nyasar-ers :)

Ketika membaca postingan H yang menceritakan tentangku, aku merasa seperti kembali ke masa lalu. Aku membaca suatu kejadian, dari sudut pandang si H.
"Ahh, apa aku terlihat begitu?"
"Eh, padahal waktu itu aku nggak marah."
"Ya ampun, harusnya aku bisa lebih peka."
Entah kenapa, aku berharap bisa kembali ke masa lalu.

Pernahkah kalian mendengar tentang Tujuh Dosa Mematikan?
Welp, yang suka anime pasti tau berkat anime Nanatsu no Taizai.
Tujuh Dosa Mematikan atau kalau Paman Sam bilangnya Seven Deadly Sins merupakan dosa-dosa yang mengakibatkan dosa-dosa lain dan kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya, said Wikipedia.
Tujuh dosa-dosa itu:
1. Kesombongan (Pride)
2. Ketamakan (Greed)
3. Iri Hati (Envy)
4. Kemarahan (Wrath)
5. Hawa Nafsu (Lust)
6. Kerakusan (Gluttony)
7. Kemalasan (Sloth)

Aku fikir, diantara 7 dosa itu, dosa yang melekat pada diriku adalah Pride. Lion's Sin of Pride. Ya, sebenarnya aku adalah Escanor. HAHAHA. Ngacokkk.
Bukannya ada yang bisa disombongkan dariku tapi aku selalu merasa jikalau, Pride-ku ini suangaaaat tinggi. Aku selalu menjadi orang yang bersikap, kalau bisa, cool. Tapi tetap bisa menjadi pribadi yang mencairkan suasana di dalam kelompok. Cool, dalam artian, ketika bersikap, aku nggak mau teriak-teriak gajelas. Aku juga nggak mau menyukai seseorang lalu nempel-nempel dengan orang itu seenak jidat -emang jidat enak? Uhm, abaikan. Pokoknya cewek yang biasa-biasa aja.

Dan sikap cool itu, tetap terbawa sampai blog. Apapun yang kucoba curahkan di sini, jika hal itu tentang cinta, aku tidak pernah bisa benar-benar jujur pada diriku sendiri. Aku selalu menggunakan inisial, inisial, dan inisial. Tidak seperti H yang mampu menyebut namaku dalam postingannya, aku tidak bisa menyebut nama my x dalam postinganku dengan gamblang. Karena itu aku iri dengan H. Aku iri dengan kemampuan dirimu jujur pada dirimu dan jujur pada orang lain.

Menjadi orang dengan high pride tidaklah mudah. Kadang, kamu dikategorikan oleh orang sekitar sebagai orang-yang-tidak-mungkin-mau-melakukan-hal-beginian ketika terpikir oleh mereka melakukan sesuatu yang gila-gilaan. Hm, contohnya apa, ya. Misal, joget-joget depan kelas. Bagi para artis kelas, mungkin hal itu biasa saja. Tidak ada yang terlalu memalukan dari itu. Tapi bagi mereka, ya, para artis itu, untuk mengajakku berjoget dengan mereka, aku adalah orang itu. Orang-yang-tidak-mungkin-mau-melakukan-hal-beginian itu.

--> padahal dalam hatinya pengen juga diajak. Malu kalau tiba-tiba nimbrung ikut joget.

Menjadi orang dengan high pride tidaklah mudah. Karena pride ku yang ketinggian, aku tidak pernah bisa berdamai dengan masa laluku. Aku tidak pernah bisa benar-benar mengucap kata maaf padanya dengan benar. Aku tidak pernah bisa memulai suatu percakapan dengannya lewat sosial media apapun, karena, aku malu dan takut. Aku malu memulai untuk meminta maaf dan berbaikan SEBAGAI TEMAN! Dan, aku takut chatku tidak dibaca, tidak digubris, dan tidak-tidak yang lain.

Terakhir aku bertemu dengan my x, 2 tahun yang lalu, pada acara buka puasa bersama. Walau sedang berada dalam lingkaran yang sama, aku masih merasa seperti ada dinding pembatas di antara aku dan dia saat itu. Seperti, aku dan dia tidak bisa berbicara satu sama lain like we used to.
Aku tidak menyangka, 2 tahun sesudah bukber itu, tak ada lagi suatu event yang mempertemukanku dengan dia. Aku selalu menyesal, menyesal bahwa seandainya aku tahu hari itu adalah hari terakhir aku dapat bertemu dengannya, harusnya aku memanfaatkan hari itu untuk mengucap maaf padanya dengan benar. Berbaikan dengannya dengan benar. Meski aku tahu, I'm not even a matter to him no more. But still, I have to, I need to, properly apologize.

Dua tahun. Atau bahkan juga sebelum itu. Dua tahun aku dibelenggu sebuah mimpi yang selalu datang entah tiap berapa bulan sekali. Datang, yang entah bagaimana pun jalan ceritanya, tokoh my x selalu datang di mimpi itu, dan aku yang berada di dalam mimpi itu selalu berusaha meminta maaf padanya. Di mimpi, permintaan maafku selalu berhasil. Kami selalu berbaikan.

But dream is just a dream after all.
Dunia akan menjadi drama jika mimpi itu merupakan pertanda dari apa yang aku dan my x sebenarnya inginkan: berbaikan. Oke. BAIKAN, tanpa L, bukan BALIKAN.

...
Pada akhirya, aku hanya seorang pecundang, kah.

Jika perjalanan waktu itu benar ada, aku ingin kembali ke masa lalu.
Jika perjalanan waktu itu benar ada, bahkan jika hanya untuk bertemu dengan diriku di masa lalu dan menyampaikan sepatah dua patah kata, aku  tetap ingin kembali ke masa lalu.

Aku ingin menyampaikan padanya, bahwa Aku yang di masa lalu tidak perlu menjaga begitu hebat imejku.
Bahwa Aku yang di masa lalu tidak perlu menahan perasaanku.

伝えてください, 君の、私の 気持ちを
Tsutaeta kudasai, kimi no, watashi no kimochi
Tolong katakan, perasaanmu, perasaanku

ちゃんと。
Chanto.
Dengan benar.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dear My Beloved Nyasarers,
Apa kalian juga memiliki high pride sepertiku?
Aku tahu mudah untuk mengatakannya, mungkin aku tidak berhak mengatakannya tapi,
Aku harap kalian bisa jujur pada diri kalian sendiri.
Aku harap kalian tidak malu pada perasaan kalian.
Aku harap kalian bisa mengutarakan perasaan kalian.

Cukup aku, yang begini :)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku, bahkan kamu, mungkin pernah berfikir seperti ini:

あの 時に 戻れる なら、 戻りたい。
ano toki ni modoreru nara, modoritai.
Jika aku dapat kembali ke saat itu, aku ingin kembali.

Welp, Mitsuyoshi Tada dari anime Tada-kun wa Koi wo Shinai pernah berkata,

戻れたらいいけど、戻れないからな。
Modoretara ii kedo, modorenai kara na.
Pasti bagus kalau bisa kembali, tapi tidak bisa.

一同後悔したことは、二度と繰り返さないようにすればいいんじゃないかな?
Ichidou koukaishita koto wa, nidoto kurikaesanai youni sureba iinjyanai ka na?
Bukankah tidak mengulangi kesalahan yang sama itu sudah bagus?

それが、後悔したいみだと思う
Sore ga, koukaishita imi nandato omou
Kupikir... itulah arti dari kata menyesal.


And that's the quotes for this post!
Not my original quotes, but still, it's good to be shared!
I don't think I could make any original quotes, my sense in making quotes has been gone somewhere. Kkk. Sorry!

Thanks for reading,
Until next post!
Eaa... sekedar peringatan aja, postingan kali ini berbau romance. Bau doang, lho ya. Jadi buat Nyasar-ers yang rada males baca romance, mending di bookmark dulu aja page ini *kedip kedip*, baru close page. Wkwkwk. Tapi di sini aku bukannya mau cerita tentang kehidupan percintaanku hingga pada akhirnya aku move on, ya. Postingan ini jujur lebih seperti pertanyaan gue sama kalian-kalian para Nyasar-ers, sebenernya, kalian tau kalau kalian udah move on* itu bagaimana sih?
*sengaja gue bold, italic, sama underline biar tegas*

Jadi gini.
Ahem.
Kemarin malam, aku mimpiin m, man, mant, manta -someone i used to loved when i was on third year on middle high school until first year(?) or second year on high school (Ingatan usang, lupa putus kapan).

Tapi the thing is -itu sudah berabad-abad lalu lamanya! Sekarang udah 2017 dan berarti kisah-kasih-paling-indah-kisah-kasih-di-sekolah gue udah end sekitar tahun 2013-2014. Almost 3-4 years udah berlalu sejak saat itu with totally NO CONTACT.
Yeah, aku dan dia punya bad ending dengan putusnya jalinan silaturahmi usai putusnya hubungan romantis di antara kami. But, both of us able to stand without each other and walk with head held high. #tseaaah

Kalau kabar terbaru dia mah, gua udah sering denger dari temen gua tentang si dia yang kini udah punya pacar. I feel okay. Ini tidak seperti aku masih punya perasaan kepadanya atau merindukan masa-masa bersamanya. Just, hey, di sini pun telah banyak orang-orang baru yang masuk dalam hidupku dan menyenggol tali romantika hidupku, tapi sayang, cuman disenggol doang, engga ditarik-tarik sampai ke hati ;-;
Yang artinya, well, yeah, sampai saat ini memang dia the only one i could refer "my x" to.

The thing lagi nih is, dengan begitu banyaknya orang lain yang telah masuk ke dalam hidupku dan pernah menyenggol-nyenggol tali romantika hidupku, but WHY OH GOD WHY i'm still able to dream about HIM!
Kenapa nggak si A yang akhir-akhir ini sering chattingan sama aku?
Kenapa nggak si B yang kemarin kasih coklat ke aku?
Kenapa nggak si C yang kemarin nonton bareng aku?
Kenapa justru si D yang JUJUR-ly, gua dalam sehari PUN nggak ada kepikiran dia, tapi dia masih bisa muncul dalam mimpi gue dan inti dalam alurnya pun sama:
Gimanapun latarnya, gimanapun keadaannya, di dalam mimpi itu, pasti dia muncul dengan karakter misteriusnya, pendiam rada cool-cool-gimana-gitu, lalu di situ ada aku, aku yang masih bisa membawa realita ke dalam dunia mimpi bahwasanya aku ingat kalau diantara aku dan dia sudah tidak ada apa-apa lagi dan, dan aku ingat kalau kami pun sudah tidak talk to each other lagi dan,
there I am :),
diriku akan selalu mencoba menguatkan dan memberanikan diriku untuk menyapanya, memulai percakapan dengannya, mencoba membangun kembali hubungan (tolong baca perlahan-lahan) per-sa-ha-ba-tan like we used to, iya, persahabatan. I mean, it's so sad for me to be a stranger to him, to be honest, after all this time. All I want it just that, I could declare that "He's my friend.", setidaknya. Tanpa embel-embel, "Bagiku gitu, tau deh dia nganggep aku apa."


And dream like this is not my first time. Sekitar satu, atau dua bulan yang lalu, kurasa, aku juga pernah mimpi yang sama. Mimpi berbaikan lagi dengannya (Ngomong-ngomong mimpi yang kemarin malam aku sukses berbaikan dengannya, di mimpi) dengan latar dan situasi berbeda. Diriku di dalam mimpi yang sudah alhamdulillah banget bisa baikan, but, pas bangun dari mimpi itu, realita bener-bener kek nampar aku straight to my face and smirk-ly saying,
"As if."

*breath in, breath out*

Hal yang selalu kupikirkan usai terbangun dari mimpi semacam itu adalah:
1. WHAT ON THE EARTH IS HAPPENING?
Ini maksudnya apa? Gue masih belum move on or something gitu?
Tapi gue bener-bener gaada rasa lho ya sama dia.
Ini ... apa-apaan ...
Bisa-bisanya aku... uh. ;-;
*galau*

2. Apa ini yang namanya -kalo belum kesampaian bisa kebawa mimpi- (?)
Mungkin... mungkin pabila suatu hari thing between us bisa kembali ke asal -friend, i mean- mungkin gue nggak bakal mimpi beginian lagi ;-;
Ini sejenis arwah gentayangan yang kalo nggak dipenuhi keinginannya nggak bakal berenti gentayangannya ;-;
*baper*

Well, um,
Para Nyasar-ers yang Aaaaaaau sayangi,
*cieeee

Menurut kalian, kasus aku ini lebih ke nomor 1(?) atau nomer 2(?)
Atau, kalian punya teori lain yang bisa menjelaskan ini?
Please feel free to tell me on the comment box beserta alasan juga gaes ;-;
Untuk mencapai jawaban yang haqiqi :')

Dan please banget, sharing dong,
"Apa aja sih parameter seseorang udah berhasil move on versi kalian?"

So sorry to say, no quotes for today :(
I'm sorry.  Aau lagi bukan dalam versi bijak ini ;-;
Oh iya, Happy Fasting untuk Nyasar-ers muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa Ramadhan!
Dan Salam Hangat from the deep of my heart buat siapa aja yang telah membaca post ini, kapan pun itu ;)

Saya, Aau-chan
Pamit undur diri untuk bersiap kuliah!
Yay!

Move On, Right? No?

Posted by ayachin
Kamis, 01 Juni 2017
"Kesuksesan dalam Persahabatan dan Tujuhbelas yang Manis (?)"
...adalah arti dari judul berbahasa Inggris yang bertengger di atas tulisan ini. Entah benar atau tidak bahasa inggrisnya, gue *ceilah pake gue, postingan sebelumnya pakai "aku"* lagi malas nanya mbah gugel. Kenapa? Karena belajar buat UAS aja gue males. *iya, UASnya habis lebaran, nggak kayak kamu :(* Padahal nggak ada hubungannya.
*krik* *krik*
Oke, garing.

Jadi... mengapa Aau-chan kembali lagi ke dunia bloggernya ini setelah sekian lama menghilang dan tak kunjung datang? Well, sebenernya aku udah berapa kali mampir dan mencoba menulis entri baru. Tapi selalu STUCK di tengah jalan. Selalu merasa ada yang kurang. Selalu berakhir pada kata draft. Itu karena aku main ke blog dengan setengah hati tanpa ide pos yang bener-bener matang. Kali ini, Insya Allah aku bener-bener datang ke sini dengan sefenyuh hati. Bukan sepenuh, tapi sefenyuh. Itu satu tingkat lebih tinggi daripada "sepenuh". (Sumber: Aau-chan)

Jadi jadi jadi ... latar belakang yang membelakangi (?) tulisanku kali ini adalah instagram. Oke itu terlalu luas, mari kurinci lagi.
Jadi, sudah beberapa bulan ini aku nggak make instagram (kalau mau follow --> @aau_nursna ; oke maapkeun ._.v) karena beberapa alasan tertentu. Oke biar posnya lebih panjang kujelasin aja alasannya:
Memori internal hp-ku secara misterius penuh. Otomatis aku harus mengorbankan beberapa apk tertentu dan IG salah satunya. Baru beberapa hari yang lalu aku tau biang keroknya. Ternyata ada cache dari apk baca manga yang mencapai 3 Gb. Iya, 3Gb. Hanya untuk cache. *tepuk anak soleh*
Dan baru hari ini, 2 Juli 2016, aku download IG plus log in. Scroll, scroll, scroll, 'kan, tiba-tiba timeline penuh dengan foto bersama dari user-user yang bukber. Banyaaaaaaak banget. Tiba-tiba, ada perasaan miris merasuki tulang rusukku lalu menggetarkan perasaanku *halah*.

"Ah, lihat mereka, betapa bahagianya."

Eits, bukan berarti aku nggak ada bukber sama temen-temenku, ya!
Tanggal 29 Juni 2016 lalu, aku baru saja bukber dengan teman-teman angkatan SMP. Tanggal 30 Juni 2016, dilanjutkan dengan bukber bersama teman-teman SMA. Li, lihat! Aku bukannya tidak punya teman, ya! *salah tingkah*

---tidak. Bukan itu yang ingin kukatakan.

Bukber itu biasanya adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu "komunitas". Misalkan, komunitas teman SD, komunitas teman SMP, komunitas teman SMA, komunitas anggota OSIS, komunitas teman kuliah, komunitas anggota BEM, komunitas teman kerja, dan komunitas-komunitas lainnya.
Dari semua komunitas yang ada, aku hanya bisa bukber dengan komunitas teman SMP dan SMA. Ya, aku bukan makhluk yang mengabdi pada organisasi manapun. SD? Ah, kemarin sempat diajak dan aku cuma bilang "Nanti kalau jadi kasih tau aja tempat dan tanggalnya, aku ngikut aja." Tapi entah jadi apa nggak, sampai detik ini aku nggak dikasih kabar. Tapi, aku juga tidak mencari kepastiannya. Aku juga nggak masuk ke grup line SD karena .... um, apa ya? Aku hanya merasa tidak bisa mengikuti pembicaraan mereka. Maklum, ketika SMP, hanya aku satu-satunya yang masuk kelas akselerasi. Sehingga pertemananku terbatas. Komunikasi dengan yang lain pun jadi terputus. Aku tidak tahu nama-nama yang mereka sebutkan yang tidak tercantum di absen SD dulu. Kira-kira seperti itu.

Melihat foto-foto dari user-user IG lain ketika bukber yang seabrek manusia-nya, membuatku sedikit...iri.
Ah, pasti menyenangkan, sebanyak itu. Wah, ini orang udah berapa kali bukber, sih? Banyak bener.
Semua hal itu membuatku mengaca pada diriku sendiri,
"Aaah, apa aku ini udah gagal ya membina persahabatanku?"
"Apa seharusnya aku membuka diri dan lebih bersosialisasi?"
"Apa sebaiknya aku ikut suatu organisasi?"
"Apa ada, ya, masih, spesies kayak aku?"
Namun diriku yang di kaca, tidak menjawab apapun.

Sebenarnya, besok... aku berumur 18 tahun, loh.
Sudah bukan anak sweet-seventeen lagi. Tapi, apa selama ini aku benar-benar becus dalam mengurus segala aspek dalam hidupku terutama persahabatan? Aku tidak mempunyai seabrek teman hanya seabrek kenalan. Yang memanggilku "Aulia, Au, Aau, Aul, Lia, Aya", tapi bukan orang yang dapat kusandarkan bahuku padanya. Kau bisa menganggap semua yang mengenalmu sebagai teman, tapi kau tidak bisa memperlakukan semua yang mengenalmu sama seperti kau memperlakukan sahabat-sahabatmu.

Mungkin pengecualian jika kau orang yang terlampau polos atau terlampau baik.
Sayangnya, aku tidak sesempurna itu.
Masih ada rasa kasta dalam diriku ketika memperlakukan orang yang kuanggap sebagai sahabat, dengan orang yang hanya mengenal namaku.

Hei, apa aku telah menyianyiakan kehidupanku selama ini?
Tidak dapatkah waktu terulang kembali atau ... ada semacam dunia paralel? Aku ingin memberitahu diriku di dunia paralel lain agar dia tidak menyesal di kemudian hari. Diriku yang sedang mengetik ini biarkan saja seperti ini, tapi setidaknya diriku yang di dunia lain, dia harus sukses.
Haha. As if.

Selama sweet-seventeenku ini, banyak hal terjadi. Banyak hal yang kusesali.
Sweet, katamu.
Di umurku yang dibilang sweet ini, Abah meninggalkan dunia ini. Di umurku yang dibilang sweet ini, orang yang kuanggap "sahabat" jumlahnya tidak terlalu bertambah banyak dari ketika aku berumur 16 tahun. Di umurku yang dibilang sweet ini, ada banyak penyesalan yang terpendam di hatiku. Di umurku yang dibilang sweet ini, sebenarnya, apa saja yang telah kulakukan?
Rasanya, semua teman-teman SMPku sudah maju dengan persahabatan-persahabatan baru mereka yang lebih luas dan banyak,
sementara aku rasanya stak di titik yang tidak jauh dari titik aman sebelumnya dan berdiam di sana dalam kurun waktu yang lama.
Apa hanya aku di sini yang tidak bisa move on?

Kemudian, aku melihat kembali foto bukber SMP-ku kemarin.
Aku tersenyum melihat diriku yang tersenyum.
Aku mencoba merasakan momen itu sekali lagi hingga pada titik aku benar-benar menginginkan kami berkumpul lagi dalam waktu dekat. Tidak hanya yang ada di foto, tapi semuanya.
Lalu aku berpikir,
"Ah. Ini saja sudah lebih dari cukup."
Mereka saja sudah lebih dari cukup untukku.
Belum lagi teman-teman yang lain.

Adalah salah, jika kamu menyamakan tingkat kesuksesan persahabatan seseorang yang satu dengan seseorang yang lain. Karena, tidak semua orang sama sepertimu. Kecuali jika kamu dan dia dianugerahi 100% gen yang serupa. Barulah bisa kau melakukannya.

Kadang, bukan kamunya yang nggak sukses dalam bersahabat.
Hanya kamunya yang tidak menyadarinya, tidak mensyukurinya, lalu terlalu sibuk dengan kemilau yang dipancarkan oleh persahabatan-persahabatan dari sederet komunitas hidup orang lain.
Aku ambil contoh, liat aja persahabatan para Youtuber kayak Chandra Liow, Tommy Limmm m-nya tiga, Aulion, Benakribo, Devina Aurel, dan masih banyak lagi. Ketika kita melihat persahabatan mereka, pasti ada rasa iri kayak "Wah, seru banget mereka. Kompak banget mereka. Coba aku bisa masuk ke lingkaran mereka atau, aku punya cirle friends kayak mereka. Pasti seru :')"

Well, iri itu adalah salah satu emosi yang diciptakan Tuhan kepada kita. Menjadi makhluk tanpa emosi, rasanya tentu sangat sulit kecuali kamu memiliki suatu abnormalitas di suatu bagian di otakmu. Kau tidak bisa menjadi orang yang sempurna yang tidak pernah iri kepada siapapun. Kabar baiknya, Tuhan menciptakan rasa iri bukan hanya dapat dipakai untuk konteks negatif. Tapi dengan rasa iri, manusia dapat termotivasi untuk lebih maju lagi. Seperti jika kau iri temanmu beli motor baru, kau bisa saja termotivasi dengan menjadi pribadi yang hemat lalu menabung untuk membeli motor baru sendiri *konteks positif*. Bukan justru menjadi begal yang nyuri tuh motor dari temen lu sendiri *konteks negatif*.

Jadi intinya, kembali ke rasa syukur. Seberapa bersyukurnya kamu telah bertemu mereka, melewati banyak hari dengan mereka, dan hingga saat ini masih bisa tertawa dengan mereka walau hanya sebatas "hahaha" yang terlampir oleh ketikan ibu jari.
Dengan bersyukur, kamu akan paham seberapa suksesnya kamu dalam bersahabat, atau dalam hal lainnya.

Quote kali ini:
"Kau bisa menganggap semua yang mengenalmu sebagai teman, tapi kau tidak bisa memperlakukan semua yang mengenalmu sama seperti kau memperlakukan sahabat-sahabatmu."
                                                                                                                               (Aulia, 2016)

Yah, sebelum ehm "sweet-seventeen"ku bener-bener habis *masih ada beberapa jam lagi padahal*
Aku ingin mengucapkan rasa syukurku kepada kalian yang menjadi sahabat-sahabatku *terutama untuk teman-teman SMP*
Terima kasih karena telah menjadi bagian dalam perjalanan hidupku.
Terima kasih karena telah menemani hari-hariku di masa lampau dan (semoga) untuk yang akan datang.
Terima kasih atas segala bantuan, segala pertikaian, dan segala kebersamaan yang kini menjadi histori.
Terima kasih untuk telah menjadi sahabatku.
Terima kasih untuk telah hidup.

Dan terima kasih Allah, telah mempertemukanku dengan mereka :')

Terima kasih Mutia!! Vena!! Dian, Ulin, Wilda, Eka, Icha, Sanah, Misna, Sita, Dilla, Almay, Bari, Wahyu, Dani, Adit, Revand, Ardi, Pupung a.k.a Marzuki, Bagas, dan masih banyak lagiii.

Semuanya!!! Terima kasih!!!

Success in Friendship and Sweet Seventeen

Posted by ayachin
Sabtu, 02 Juli 2016
Yak, post kali ini masih sedikit berhubungan dengan post terakhir. Hanya post kecil-kecilan bukan sebuah post motivasi bin bijak seperti yang biasanya.

Ujian Akhir Semester 1 sebentar lagi usai, tepatnya kamis depan (14/1). Itu artinya, sudah waktunya anak-anak diperantauan untuk menimba ilmu mempersiapkan diri untuk mencium kembali aroma udara di lingkungan tempat ia dilahirkan. Ya, termasuk aku. Rencanaya aku akan pulang hari senin depannya lagi (18/1).

Jika kalian telah membaca post sebelum ini, tentu kalian akan mengerti rasa gundahku ini. Pulang. Pulang adalah momen di mana -harusnya- aku bertemu dengan keluargaku kembali. Bertemu dengan abah, mama, kakak-kakakku, dan keponakanku.

Namun, jika aku pulang, maka akan ada sesuatu yang berbeda kali ini. Rumah akan terasa sedikit asing bagiku kali ini. Aku tidak akan melihat abah lagi, dan kakak perempuanku telah menikah ketika aku masih kuliah di Solo. Aku tidak bisa hadir dan aku bertanya-tanya harus seperti apa, nanti, aku menghadapi kakak iparku itu?

Rumah juga ... pasti berbeda. Kudengar, mama tidak lagi tidur di kamar tempat mama dan abah biasanya tidur. Diantara yang merasa sedih atas kepergian abah, kurasa mama adalah orang yang paling merasa kehilangan.

Harus bagaimana nanti, aku?
Ya, aku tahu, aku sudah pernah melihat keadaan rumah. Namun kepulanganku kemarin, seperti yang telah kuceritakan kronologinya di post sebelumnya, hanya beberapa hari. Itu belum cukup rasanya bagiku untuk benar-benar merasakan kalau abah sudah memang tidak ada lagi di dunia ini. Aku sudah sering merasakan rumah tanpa abah karena pekerjaan beliau, tapi kemarin itu, sungguh, meski aku tahu abah sudah tidak ada lagi, tapi bagiku rasanya sama saja seperti waktu dimana abah pergi ke luar kota dan menginap untuk beberapa hari.

Tapi kali ini ... cerita akan berbeda.
Benar-benar berbeda.

Aku akan berada di rumah mungkin sekitar 2 minggu sebelum akhirnya kembali ke Solo. Aku akan benar-benar merasakan rumah tanpa kehadiran abah. How will it feels?

How will it feels?

Posted by ayachin
Jumat, 15 Januari 2016
It's been 40 days, Dad. Since you have went to His side. Since you leave us first, to another world.

Minggu, 20 September 2015.
Dear whoever-read-this-post

Pagi ini aku dibangunkan oleh nada dering ponselku. Nggak, terlalu cepat nafasmu untuk tercekat setelah membaca kalimat pertama. Lagu sountrack Naruto Shippuden yang diisi oleh Hemenway - By My Side yang emang lagi suka-sukanya aku mendengarkannya menggemakan seisi kamar kosku. Petikan gitar listrik yang membuatku terbangun seolah menyuruhku untuk lekas bangun dan bernyanyi sebelum bait pertama dinyanyikan. Oke kalimat terakhir itu cuma pemanis cap hiperbola buatan.

Sambil mengucek mata dan memulihkan kesadaran, aku mengangkat telpon. Ternyata dari Mama.
"Mmm .. Halo ..."
"Halo? Ya? Mau nggak dengar suara Abah?"
Ya nggak mungkin lah ya seorang anak yang Bapaknya sakit menolak tawaran dari Ibunya.
"Boleh." kataku.
Kemudian terdengar suara gemerisik pertanda telpon sedang dialihkan ke tangan Abah.
"Halo..."
"Halo. Kenapa, Bah?"
"Lia sehat aja, kan, yah, di sana?"
"Iya, Bah. Lia sehat aja."
"Lia yang baik ya di sana. Belajar yang baik....................................udah, ndausah dibahas pecakapannya.
Suara Abah terdengar begitu jelas, begitu clear di telingaku. Banyak jeda kosong dalam pembicaraan kami karena aku tidak tahu harus menanyakan apa selain, "Gimana kondisi Abah sekarang?"

To be honest, hubunganku dengan Abah tidaklah terlalu dekat. Sedekat, seorang anak yang bisa curhat kepada Bapaknya atau seorang anak yang merengek kepada Bapaknya untuk dibelikan sesuatu. Sosok Aau-chan pemilik blog ini, terhadap bapaknya, begitu renggang kalau boleh dibilang. Ini bukan seperti aku dan Abah adalah sepasang Ayah dan anak yang hubungannya dingin. Tapi aku terlalu respek (hormat) kepada Abah sehingga aku tidak bisa -atau mampu- untuk melakukan apa yang biasa dilakukan anak-bungsu-perempuan pada umumnya.

Anak bungsu? Cewek? Pasti manja. Paling disayang.
Guys, please. Lihatlah hidupku dan kau takkan percaya lagi dengan kalimat itu.

Ketika aku selesai berbicara dengan Abah di telepon, telpon pun dialihkan kembali kepada Mama.
"Gimana, ya? Udah dengar suara Abah, kan, tadi?"
"Iya."
"Yah, begitulah suara Abah sekarang. Nggak terlalu jelas lagi."
What I was think that time is ... nggak jelas apanya? Suara Abah jelas-jelas aja kok di telingaku. Apanya yang salah dengan suara Abah?
Tapi aku tidak mengusik lebih lanjut pertanyaan itu.

Siangnya, aku mendapat kabar kalau Abah sudah kritis. Abah sudah nggak bisa diajak bicara lagi. All I do just crying. Hoping for the best for my Dad. Hope I will be okay whatever will be happen on my Dad. Hope I will strong enough to face world without Dad. Hope that everythings gonna be okay.

But no. Everything's not okay.

Sore harinya, aku melakukan video call dengan kakakku via LINE. Aku melihat keadaan Abah yang terbaring lemah dengan alat bantu pernafasan. Cara beliau bernafas, tidaklah normal. Seperti kejang-kejang kecil. Kepalaku sakit usai terlalu lama menangis. Dan air mataku sudah terlalu surut untuk dikeluarkan lagi.

Malam ketika Bintang, teman satu angakatan datang ke kos dan kami mengerjakan laporan, aku mendapat telpon yang mengatakan bahwa Abah sudah ... tiada. Akupun mulai tidak karuan namun, sebisa mungkin kutahan air mataku dari hadapan Bintang. Ketika Bintang telah pulang, rasanya tubuhku tiba-tiba menjadi berat. Aku menangis, kembali.

Rest of night, I spent to buy ticket to go back to South Borneo. Arranging schedules and many more.
Jadilah, pada Senin, 21 September aku pulang ke Kalimantan. Hari itu, masih saja kusempatkan diri untuk masuk perkuliahan, Kimia Organik dan Biologi Sel. Kemudian, sore hari sekitar pukul 3.30 dibantu oleh Bintang aku pergi ke stasiun kereta api Purwosari. Perjalanan di kereta terbilang sedikit apes karena aku tidak kebagian tempat duduk. Jadilah aku berdiri sambil mendengarkan lagu sembari menghentak-hentakkan kaki seolah anak gegaulan. Oke, lupakan bagian itu.

Setibanya di stasiun Maguwo, aku menunggu senpai-kakak kelasku waktu SMA-ku yang katanya mau mengantar keberangkatanku. Kami sempat berbincang sebentar sebelum aku pergi. Kalau tidak salah, pukul 18.00 aku masuk untuk check in.

Karena aku hanya membawa satu tas ransel, urusan check in ku tidak terlalu lama. Ketika menunggu di ruang tunggu, ada kejadian menarik terjadi. Seperti yang siapa-pun-tahu, bukanlah hal yang mustahil untuk menemukan bule di Bandara Adisujipto. Akupun diam-diam pingin duduk berdekatan dengan bule-dari-manapun-itu. Oke, kalian boleh memanggilku kampungan untuk hal ini. Bukan karena aku ingin berfoto dengan mereka atau apa, tetapi lebih-lebih aku ingin mencoba berbicara dengan mereka untuk mengetahui sejauh apa kemampuan bahasa Inggrisku saat ini. To be honest, aku tidak pernah mengikuti tes TOEFL.

In the end, aku tidak duduk dekat bule barat manapun. Agak kecewa, sih. Tapi, ya sudahlah. Aku pun duduk di salah satu bangku yang masing kosong di kedua sisinya. Kemudian, aku mendengarkan lagu kembali menggunakan headsetku.

Lho, menariknya di mana?

Menariknya, tahu-tahu ada orang yang duduk di belakangku. Mereka bercakap-cakap menggunakan bahasa Jepang. JEPANG! Salah satu negara yang sangat kukagumi, terlebih untuk seorang anime-lovers sepertiku ini. Akupun membalikkan badan ke sumber suara yang ternyata seorang perempuan berumur 40-an. Membuang segala sifat introvertku, aku langsung menyapanya.
"Anoo ... Anata wa Nihon jin desuka?"
Anu, apakah anda orang Jepang?
"Hai. Sou desu."
Ya, itu benar.
"Kyaaaa! -Oke, lebay. Aku tidak benar-benar mengatakan kyaaa! tapi huaaa!- Ureshiiiiii"
Huaaa! Senangnyaaa!
"Watashi wa Nihon daisuki! Anime daisuki!"
Saya sangat menyukai Jepang, (pula) Anime!

Kemudian terjadilah percakapan seorang anak-remaja-dengan-bahasa-jepang-yang-belum-fasih-versus-orang-jepang-yang-nyata-nyata-bahasa-jepangnya-tidak-diragukan-lagi.
Ngebayanginnya?
Ngga usah dibayangin.

Aku sempat bertukar email dengan beliau dan beliau dengan baik hatinya memberiku correction pen atau nama dagangnya tip-x dan pulpen yang-tinta-nya-bisa-dihapus. Iya, bisa dihapus! Kebayang, kan, seorang remaja-dengan-bahasa-jepang-yang-belum-fasih-dengan-mata-berbinar-binar-melihat-pulpen-yang-tintanya-bisa-dihapus.
Nggak kebayang? Nggak papa.

Okamoto Rei-san, nama beliau. Berdua bersama dengan suaminya, Yosuke-san, menjelajah dunia. mereka memperlihatkanku isi paspor mereka dan cap-cap dari berbagai negara pertanda mereka telah berkelana di berbagai negara. Irinya ~

Mereka juga bertanya bagaimana caraku mandi, maksudku, memakai shower atau dengan bak mandi. Cara mereka bertanya cukup unik, Rie-san menggambar bak mandi dan shower di kertas dan bertanya apakah aku menggunakan shower atau bak mandi. Aku menjawab shower, karena aku tidak tahu cara menjelaskan kepada mereka kalau aku mandi dengan ember dan gayung ('-' )>

Aku tidak pulang ke rumahku melainkan kampung halaman Abah, sekitar 1 jam dari rumah. Aku tiba sekitar pukul 3 dini hari. Mama menyambut kedatanganku. Akupun berpelukan dengan beliau.
Aku langsung beristirahat di kamar yang sama dengan Mama. Mama menceritakan kronologi bagaimana detik-detik terakhir Abah sampai Abah menghembuskan nafas terakhirnya. Berulang kali, berulang kali Mama berkata, "Bahkan disaat-saat terakhir, Abah masih mengangkat takbir. Masih mengucap syahadat. Mama salut sama Abah."

Sungguh aku iri kepada keluarga yang bisa berada di sisi beliau ketika saat terakhir Abah. Ketika aku datang, Abah sudah dimakamkan di areal pemakaman yang sama dengan Nenek. Siang harinya (21 September) barulah aku mengunjungi makam Abah. Pamitan dengan beliau sebelum akhirnya aku dan Mama pergi ke Barabai, kampung halaman mama untuk mengunjungi makam-makam keluarga mama. Di Barabai, aku memiliki kakek dari mama yang umurnya sudah terbilang lanjut.
"Mama pingin ketemu kakekmu."

Melelahkan, sungguh. Kau datang dari seberang pulau pukul 3 dini hari, siang harinya habis dzuhur kau pergi menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam ke Barabai kemudian kembali 1,5 jam ke kampung halaman Abah kemudian tambah 1 jam lagi pulang ke rumah. Perlu kutambahkan: di perjalanan kau diselimuti ASAP.

Tak ada sambutan hangat ketika aku membuka pintu rumah. Sambutan hangat yang mengindikasikan kekhawatiran akan kondisi mentalku sehabis ditinggalkan Abah. Yah, bukannya aku menuntut dipeluk satu keluarga, sih. Usai tak menerima sambutan akupun langsung ke kamarku yang sekarang beralih fungsi menjadi kamar kakak ke duaku, Adie.

Bahkan asap pun masuk ke kamarku.
Ya ampun.

Kak Adie menceritakan lagi kronologi ulang kematian Abah. Ia juga menunjukkan video ketika Abah dalam keadaan sekarat. Di dalam video tersebut, ada adegan ketika seluruh keluarga saling memeluk Abah dan IT'S TOTALLY MAKES ME SUPER JEALOUS!

There's so many things that I want to do with you, Dad.
There's so many things you haven't teach me yet.
I want to learn driving car with you, I want you and mom and bro and sis come to Solo and with me, we're traveling around Solo together. I want to take a family picture with you when I graduate on university. I want to be success so I can take you and Mom go to Mecca to do hajj. I want you to be by my side on my wedding. I want you to see child that born from me. I want you to play with them like what you have done with Firas, my sis' daughter. I want you to be here, by my side.

Dear pembaca yang tersesat di blog ini.
Terima kasih telah membaca kronologi perjalananku pulang ke Kalimantan.
Tapi belum, aku belum menyampaikan pesanku.
Sekarang, aku akan menyampaikan pesan yang sesungguhnya dari post ini, tujuan utamaku menulis post ini.

Pembaca yang aku sayangi,
Setiap keluarga pasti memiliki cerita mereka masing-masing, termasuk kamu yang sedang membaca post. Kamu bisa saja masih memiliki orang tua yang lengkap, atau sudah tidak lagi.
Untuk kamu yang terutama masih memiliki orang tua lengkap, let me give you some advice.

Sungguh beruntung dan bersyukurlah untuk kamu, yang masih memiliki orang tua lengkap, hubungannya sangat erat dengan mereka. Seerat, bahkan memiliki grup di LINE atau whatsapp yang isinya keluarga besar kalian. Aku tidak pernah memiliki pengalaman yang seperti itu dengan kedua orang tuaku. Karena itu, bersyukurlah.

Kau ingin mengintip sedikit bagaimana kondisi keluargaku? Mari kuperlihatkan.
Abah dan Mama adalah tipikal orang tua yang tidak terlalu memberikan penjagaan ketat kepada anak-anaknya. Mereka bisa saja menelpon ketika ada anak-anaknya yang belum pulang sampai larut malam, tetapi mereka, kalau boleh dikatakan, selalu ber-positif-thinking terhadap pergaulan anaknya.
Contohnya, ketika aku membawa teman-teman lelakiku ke rumah. Oke, aku tahu even yang kami lakukan adalah belajar bareng. Dan mama, mama sekalu menghidangkan camilan kepada kami. Tetapi, usai teman-temanku itu pulang, mama atau abah tidak pernah bertanya tentang siapa gerangan gerombolan lelaki tersebut. Mama hanya berkata "Belajar bareng, ya tadi?" instead of "Cowok-cowok barusan siapa aja? Kamu nggak pacaran sama salah satu diantara mereka, kan?" meski aku sudah diwanti-wanti agar tidak pacaran sebelum aku lulus kuliah dan bekerja.

Mama dan abah juga memberikan ruang yang longgar. Seperti, oke, ditetapkan jam malam adalah jam 10 WITA. Biasanya, aku akan mendapat panggilan sekitar pukul 9 malam oleh abah yang menanyakan, "Kapan pulang?" Aku akan menjawab, "Sekitar pukul 10." Pada praktiknya, aku pulang pukul 10.30 tetapi abah tak pernah memarahiku atas keterlambatanku.

Mama dan Abah juga memberi ruang kebebasan untuk bertindak. Mungkin prinsipnya, selama tidak merugikan dan tidak melanggar norma-norma, maka sah-sah saja. Contohnya, mungkin ada beberapa di antara kalian yang kalau makan sambil megang HP, kalian akan ditegur untuk main HP nya nanti saja setelah makan. Namun di keluargaku, makan sambil main HP bukanlah hal yang merugikan siapapun jadi sah-sah saja. Tidak pernah aku menerima teguran semacam itu. Bahkan makan di kamarpun, tak ada yang melarang.

Sistem yang mengatur hubungan antar anggota di keluargaku bisa terbilang, sangat simpel.

Hal ini berimbas pada beberapa hal. Kami, anak-anaknya jadi lebih individual. Tak pernah aku curhat sekalipun kepada kakakku yang perempuan apalagi laki-laki tentang apapun. Begitu pula dengan mereka. Begitupula dengan kami, kepada orang tua kami.

Malam terakhir aku berada di rumah sebelum pergi untuk benar-benar menetap di Solo sebagai mahasiswa, aku diminta mama untuk tidur sekamar dengan Abah. Di malam terakhir itu, aku bahkan menciptakan sedikit jarak antara aku dengan Abah. Kini aku menyesal, harusnya kupeluk saja Abah malam itu.

Abah, Lia kadang bertanya-tanya seberapa jauh abah mengenal Lia dan seberapa jauh Lia mengenal abah.
Lia tahu abah suka makan pakai kecap, bahkan mangga sekalipun abah makan pakai kecap, abah suka nonton pertandingan badminton dan tinju, lalu, abah, apa saja yang abah tahu tentang Lia?

Apa abah tahu kalau Lia suka teh yang hambar? Apa abah tahu Lia suka masakan paliat? Apa abah tahu Lia maniak anime?

Abah tentu tidak tahu tentang siapa yang Lia sukai sekarang ini, tapi pernahkan abah berandai-andai apakalah putrimu ini yang tentunya telah menginjak fase remaja-rentan-jatuh-cinta sedang menyukai atau berpacaran dengan seseorang?

Ada banyak, banyak hal yang ingin Lia ceritakan kepada abah.
Bah, Lia di sini baik-baik saja. Lia sehat-sehat saja. Makanan di sekitar kampus murah-murah lho, Bah, tapi tetap Lia kangen masakan banjar, masakan mama. Lia pingin makan sayur bening buatan mama, atau gangan karuh, sayur katu', rendang super manis, udang goreng sambal merah, bistik, gaguduh pisang, gaguduh tiwadak, dan maaaaasih banyak lagi. Ah, Lia juga pingin makan bubur merdeka-nya Farid, yang di samping pendopo. Dan tentunya, Pa-li-at :9

Bah, maafkan anakmu ini yang tidak mengindikasikan seperti anak-yang-telah-kehilangan-orang-tua-nya. Ya, Lia yakin abah tidak berharap Lia jadi anak yang pemurung ketika abah sudah tiada, tapi kemampuan Lia untuk tetap tertawa, sebenarnya adalah imbas dari hati Lia yang bisa dikatakan sudah sering merasakan sakit. Bukan, ini tidak seperti Lia telah berpacaran berkali-kali dan putus berkali-kali, ada sebuah momen di hidup Lia yang membuat Lia merasa hidup ini begitu hambar, bahkan sampai detik ini.

Karena begitu hambar, mungkin daya absorpsi hati Lia terhadap rasa sakit jadi berkurang. Karena itu, Lia masih dapat tertawa. Tapi, ketika Lia berkonsentrasi terhadap rasa kehilangan Lia atas abah, rasanya hati Lia bagai spons yang diperas dan mengeluarkan banyak cairan kesedihan. Di saat itulah, Lia mampu meneteskan air mata.

Intinya, Lia hanya tidak perlu berlarut dalam kesedihan, kan, Bah? :)

Pembaca yang budiman,
Peluk, peluk kedua orang tuamu jika kamu masih memilikinya. Perbaiki hubunganmu dengan mereka jika kamu sedang bertengkar dengan mereka. Dekatkan dirimu dengan mereka, jika hubunganmu dengan mereka renggang sepertiku. You'll never know how the future will go. Kematian seseorang tidak selalu karena penyakit, kan?

Percayalah, kadang aku merutuki diriku sendiri yang tidak terlalu merasa kehilangan. Mungkin karena faktor aku yang berada di Solo, atau memang karena indra hatiku benar-benar mati. Aku masih bisa makan seperti orang normal, dan bercanda ria dengan teman-teman. Kadang aku merasa, "Kamu ini kenapa?! Bisa-bisanya kamu sedikitpun tidak merasa sedih. Kamu ini, benar sayang sama Abah nggak sih?"

Bah, sekarang ini Lia sedang menyukai seseorang, tapi orang tersebut nampaknya tidak memiliki perasaan yang sama kepada Lia. Yah, untuk urusan asmara putrimu ini bisa terbilang cukup rumit. Sekali putrimu ini menyukai seseorang, rasanya ia enggan melepaskan perasaan tersebut. Bah, jangan marah karena ini, ya? Abah tenang aja, orang itu tidak berada pada satu pulau yang sama dengan Lia sekarang ini. Bah, bagaimana menurut Abah kalau perasaan ini Lia manfaatkan sebagai tameng untuk hati yang lain datang? Jadi Lia setidaknya bisa terhindar dari zina dalam hubungan yang namanya pacaran. Ketika waktunya tiba saat pemilik rusuk ini datang, semoga saja ia adalah pemilik yang tepat, ya, Bah? Semoga pemilik itu merupakan sosok pemilik yang abah restui.

Lia yakin, masih banyak hal juga yang ingin abah lakukan bersama Lia, Mama, Kakak ...
Tapi simpan semua itu untuk nanti, Bah.
Ketika kita sudah berkumpul bersama di alam yang kekal nanti.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rasanya post kali ini kurang terlalu ngena dibanding post sebelumnya.
Maafin, yak, efek UTS (^^ ")

Seribu Kisah untuk Abah

Posted by ayachin
Kamis, 29 Oktober 2015
Aku memiliki seorang teman -aku takut menggunakan istilah 'sahabat', kau akan mengerti nanti- yang dalam kehidupan sosialnya ia memakai topeng. Maksudku, bukan "topeng" dalam artian secara harfiah. Tetapi, topeng dalam artian simbolik. Ya, simbol yang pas untuk menganalogikan sosok palsu dari diri orang yang memakainya.

Di sini, aku sama sekali tidak bermaksud membicarakan temanku itu. Tapi, berkat temanku itu, ada sebuah sisi dari dunia yang awalnya gelap mulai terang di mataku. Sisi yang awalnya tak kuperhatikan kini dengan jelas dan dekat berada tepat di hadapanku. Sisi yang -dengan pemikiran di pengamat dunia ini- ingin coba utarakan kepada kalian-kalian, wahai makhluk-makhluk yang tersesat di blog ini.

Pemikiran itu adalah;
"Is it wrong to wear mask?"
 Kau tahu, dari semua anime-anime yang pernah aku tonton, tak sedikit aku menjumpai karakter-karakter yang sejatinya lain-di-wajah-lain-di-hati. Bahkan aku menemukan anime quotes seperti ini:
 Ini menunjukkan, tidak semua orang yang sebenarnya periang atau humoris -itu benar-benar diri mereka yang sesungguhnya. Sometimes, ke-periang-an mereka, ke-humoris-an mereka, itu hanyalah cara mereka untuk berkomunikasi, bersosialisasi -agar memiliki teman. Karena menurut mereka, jika mereka menampilkan diri mereka yang sesungguhnya -diri mereka yang tanpa topeng- kepada dunia, maka ... No one can accept them.
Takkan ada yang mampu  menerima mereka.

Misalkan. Sejatinya dirimu adalah seorang yang berkepribadian kasar, suka menyebut kata "Anj*ng lo! Bab* lo! Mony*t lo!" seenak udel, maka tentunya nggak ada yang mau berteman dengan kalian unless telinga mereka tahan-enough untuk menahan kata-kata kasarmu dan hati mereka kuat-enough untuk menganggap kata-kata kasarmu sebagai "Well, hey, it's just-a-joke."

Jadi, dirimu yang kasar ini mulai memakai topeng. Topeng yang menjadikan dirimu orang yang ramah-tamah-sopan-santun-dan-berbudi-luhur. Kamu pun menjadi memiliki banyak "teman" dan "sahabat" berkat topeng ini. Namun,bagaimanapun, nanti, pasti,
Akan ada waktu di mana 
There are times ...
         Ketika dirimu yang sesungguhnya
         When the real you ...
                     Memberontak di dalam dirimu
                     Rebel inside of you
                                   Dan mencoba naik ke permukaan
                                   And try to rise to surface.
                                    
Ya. Memakai topeng itu melelahkan. Bahkan memakai topeng yang dalam artian harfiah pun, pasti juga melelahkan. Ada waktu di mana kau ingin melepasnya, barang untuk sejenak. Sejenak untuk mengelap keringat bercucuran yang tersembunyi di balik topengmu. Sejenak untuk melepaskan rasa panas yang muncul akibat terlalu lama memakai topengmu. Sejenak untuk istirahat, dari duniamu yang palsu dan beralih kepada dirimu yang sebenarnya.
Tapi saat itu terjadi, kau harus berhati-hati. Kau harus bersembunyi untuk melepasnya agar tidak ada yang mengetahui dirimu yang sesungguhnya. Kau berlari, dan berlari. Sedang orang yang memanggil dirimu "sahabat" mulai mencari.

"Hey! Di mana kau! Tunjukkan dirimu!"
Lalu secara kebetulan dia mencium letak keberadaanmu.
"Tidak! Jangan kemari! Aku tidak ingin kau melihatku!"
Dia menjawab, "Mengapa? Aku tidak masalah dengan bagaimana dirimu. Aku adalah sahabatmu, kau ingat?"
"Tidak! Kau tidak mengerti! Kau takkan mampu menahannya?"
"Percayalah padaku! Aku sahabatmu! Kau bisa menunjukkan dirimu apa adanya padaku."
"Tapi ..."
"Aku sahabatmu, bukan? Percayalah. Kumohon. Aku tak ingin kau menanggungnya sendiri."
"Aku ... selama ini aku memakai topeng dan sekarang aku melepaskan topeng itu. Apa tak apa bagiku muncul di hadapanmu tanpa topeng itu? Aku, aku takut kau lari. Aku takut kau pergi."
"Tak ada yang perlu ditakutkan. Aku takkan pergi, takkan lari. Karena itu, keluarlah. Kau tahu, seperti kata orang, just be yourself."
Dengan langkah ragu, kau berjalan keluar dari persembunyian dengan wajah tertunduk dengan topeng di tangan kananmu. Lalu perlahan, kau mengangkat wajahmu, perlahan, hingga kau dapat melihat wajah orang yang memanggil dirimu "sahabatnya".

Kaupun dapat menatap wajahnya.
Maksudku, wajah-ketakutan-nya.

Ya, orang yang menyebutmu "sahabatnya" barusan, kemudian lari dan pergi. Meninggalkanmu dengan kata-kata seperti "percaya", "aku sahabatmu", dan yang lebih bullshit lagi, "just be yourself".

Lalu, setelah beberapa waktu berselang, orang itu kembali padamu. Ia meminta maaf dan ingin menjadi sahabatmu kembali. Namun, luka telah teriris dan irisan itu telah meninggalkan bekas. Kau sebenarnya bisa saja memaafkannya atas dirinya yang pergi namun untuk menerimanya kembali, kau lebih seperti "learn from the past". Ya, kau sudah belajar dari kejadian itu karena itu kau tidak ingin membuka topeng itu lagi, kepada orang yang memanggilmu "sahabatnya" lagi.

Lihat? Betapa quotes "Just be yourself" bisa jadi quotes mematikan dan menyakitkan instead of beautiful? Tidak, tidak. Bukan quotes-nya yang salah tetapi orang yang mengatakannya, yang mengatakannya secara seenak udel, berlandas kata sahabat atau orang terdekat, tanpa benar-benar mengerti keadaan yang sesungguhnya.

Wahai pengunjung blog yang tersesat,
Apakah dirimu salah satu dari pemakai topeng itu?
Maukah kau mendengar teoriku tentang para pemakai topeng?

Menurutku, ada dua tipe pemakai topeng di dunia ini.
Yang pertama, orang yang benar-benar lain-di-wajah-lain-di-hati.
Yang kedua, orang yang memang, lain-di-wajah-namun-menikmatinya-di-hati.

Menjadi orang yang baik, tentu tidaklah mudah. Apalagi jika dirimu yang sesungguhnya dihiasi begitu banyak kegelapan yang sangat bertentangan dengan sikap baik. Iri, dengki, benci, emosian, kasar, khianat, sensitif, matre, dll. adalah -mari kita menyebutnya- emosi gelap yang bisa saja ada pada setiap makhluk yang bernama manusia. Kadang emosi gelap itu hanya bersifat sementara dalam diri manusia -datang pada terms and conditions tertentu- namun ada juga yang memelihara-nya.
Bagi orang-orang yang sengaja ataupun tidak sengaja memelihara emosi gelap itu, tentu dia memiliki trouble terhadap dunia sosialisasinya karena tidak semua orang dapat menerimanya. Lalu dia memakai topeng, dan kebanyakan, mereka merutuki diri mereka sendiri karena mereka memakai topeng. Mereka merasa diri mereka dipenuhi kepalsuan.

Oke. By the way, maksudku yang sengaja-atau-tidak-memelihara itu misalkan seperti ini.
- Kau terlahir di keluarga yang ayah dan ibumu suka bertengkar. Setiap hari kata-kata kasar adalah sarapan, makan siang, dan makan malam telingamu. Lama-lama, kau pun menjadi orang yang kasar. Ini dinamakan tidak sengaja.
- Kau berkata kasar dan menurutmu itu menyenangkan dan sesuai dengan dirimu. Lalu kau membiasakan diri berkata kasar hingga menjadi orang kasar. Ini dinamakan sengaja.

Kembali ke pertanyaan pertamaku;
"Is it wrong to wear mask?"

Menurutku tidak ada salahnya memakai topeng, jika kau adalah pemakai topeng tipe kedua,
orang yang memang, lain-di-wajah-namun-menikmatinya-di-hati. Biar kujelaskan sedikit tentang tipe ini. Pemakai topeng tipe kedua adalah orang yang memiliki kegelapan di dalam dirinya dan menyembunyikannya lewat topeng. Saat dia memakai topeng, ia memiliki banyak teman dan sahabat, ia merasakan kebahagiaan, ia tertawa, ia tersenyum. Hai-para-pemakai-topeng-tipe-kedua, pikirkan lagi! Berpikirlah seperti ini;
Kebahagiaan yang kau rasakan itu nyata! Senyum yang terukir di bibirmu juga nyata!
Jika kebahagiaan yang kau rasakan selama kau memakai topeng menjadi memori yang dapat kau kenang diingatanmu, maka itu NYATA! BUKAN PALSU!
Karena itu, jangan merutuki dirimu sebagai orang yang dipenuhi kepalsuan. Jika kau memang menikmati kebahagiaan itu, menikmati waktu bersama orang-orang itu, tidak ingin melepaskan mereka, maka itu adalah sesuatu yang NYATA. Jadi, tak apa memakai topeng. Topeng itu takkan membunuhmu. Jangan sebut dirimu palsu, sebut dirimu beradaptasi. Karena ini adalah kenyataan yang semua manusia harus terima; dunia tidak akan menjadi apa yang kau inginkan, tapi kita yang harus menyesuaikan diri terhadap dunia. Jika menjadi baik padahal dirimu -kau rasa- buruk kau sebut dengan memakai topeng, maka ada jutaan bahkan ribuan orang di luar sana yang sama sepertimu. Jika dunia menerima orang-orang ramah, maka jadilah orang ramah.
"Tidak bisa! Aku ini orang yang kasar!"
KALAU BEGITU KASARLAH PADA TEMPATNYA!
Manusia itu adalah hitam dan putih. Jika kau merasa kalau kau adalah orang yang buruk, sebenarnya kau hanya terlalu berkonsentrasi pada hitam yang ada pada dirimu. Cari, carilah bagian putih dalam dirimu! Lihat gambar di bawah ini.

Apa yang kau lihat?
Titik hitam?
SALAH!
Ini adalah bidang berwarna putih.
See? Kau hanya terpaku pada titik hitam padahal masih banyak bagian putih yang jauh lebih besar dibanding titik hitam itu. Jangan terpaku pada kegelapan dirimu! Kau juga memiliki warna putih yang selama ini, hanya kau abaikan!
Carilah, dan kau akan mengerti, bahwa selama ini kau tidak memakai topeng apa-apa.

Daaaaaaaaaaaaan ... mari kita masuk ke tipe yang pertama sekaligus tipe tersulit.
Tipe benar-benar lain-di-wajah-lain-di-hati.
Seperti tipe kedua, tipe pertama juga menyembunyikan kegelapan dirinya melalui topeng. Bedanya, pada setiap momen-yang-terlihat-membahagiakan yang harusnya ia rasakan, ia tidak merasakan apa-apa. Ia bahkan tidak menikmati sedikitpun kebahagiaan tersebut. Lebih-lebih seperti ...
Sebenarnya apa yang mereka tertawakan? Apa yang lucu dari itu?

Para pemakai topeng tipe pertama mungkin menganggap, topeng sudah menjadi bagian dari hidup mereka. Tanpa topeng, mereka akan sendirian. Meski mereka tidak mampu merasakan canda dan tawa -rasa bahagia- yang diciptakan orang-orang disekelilingnya, setidaknya mereka tidak -terlihat- sendirian. Mereka tidak ingin menjadi orang yang sendirian nan menyedihkan.

Aku yakin, para tipe pertama sadar dan tahu bahwa dunia tak bisa menjadi apa yang mereka inginkan seenaknya. Karena itu, demi beradaptasi dengan dunia, mereka memakai topeng. Namun jauh di lubuk hati mereka, mereka masih berharap bahwa suatu saat nanti akan ada orang yang mampu mengerti dan menerima mereka apa adanya. Menerima kegelapan mereka tanpa harus mereka sembunyikan.

Aku sendiri tidak yakin solusi apa yang dapat kuberikan pada postinganku ini untuk para pemakai topeng tipe pertama. Niatku dalam menulis postingan ini kutujukan kepada seluruh pemakai topeng di dunia, bahwa aku ingin mereka tidak merutuki kehidupan mereka yang memakai topeng itu. Aku tidak ingin mereka mengganggap diri mereka buruk. Aku tidak ingin mereka terus menganggap diri mereka berada dalam kepalsuan meskipun memang benar adanya. Andai aku memiliki kekuatan, aku ingin mengeluarkan semua kata "palsu" dalam pikiran mereka. Aku ingin memberikan mereka sesuatu yang nyata. Kebahagiaan yang nyata. Namun, apa yang dapat kulakukan hanyalah menuliskan pemikiranku di sini, di blog ini.

Apa aku terlalu naif ... berpikir bahwa aku mampu menyelamatkan mereka?
Pada akhirnya, semanjur apapun sebuah obat, kalau tidak diminum oleh penderitanya, ia takkan sembuh.

Ya, sebagus apapun aku mampu membuat mereka berpikir ulang tentang diri mereka melalui postingan ini, jika tidak mereka sendiri yang memutuskan, maka takkan ada gunanya.

Smile ... 'till it hurts.
Apa kau benar-benar ingin begitu?
Setiap manusia mungkin memiliki basic (misal) tidak sabaran, tapi tidak menutup kemungkinan mereka suatu saat bisa menjadi orang yang sangat-sangat sabar. Intinya, selama kau mau, kau bisa berubah! Berubah bukan berarti mengubah siapa-dirimu. Bukan berarti membuatmu palsu. Tetapi berubah membuatmu menjadi lebih baik!

There are only two path you can choose.
You can sit quietly and be selected out of this world,
or you can adapt and change!
                                                                    -Gai Tsutsugami [Guilty Crown]

Dan tujuan lain untukku menulis postingan ini adalah, hanya karena kau berteman atau bersahabat selama bertahun-tahun, bukan berarti kau telah memiliki hak untuk mengetahui sisi lain dari diri orang lain. Maksudku, seperti "Ayolah, katakan saja padaku. Kita sudah bersahabat selama 10 tahun, kan? Kau dapat mempercayaiku." Hak itu baru didapat jika kau benar-benar siap untuk melihatnya, untuk mencernanya di pikiranmu, lalu menerimanya. Sampai kau benar-benar menjadi orang yang seperti itu, orang yang takkan lari, kurasa kau tidak perlu ikut campur sisi lain kehidupan seseorang. Jika kau hanya berujung lari, kau tak tahu rasa sakit, kecewa, serta trauma apa yang akan muncul sebagai dampak memperlihatkan sisi mereka tersebut kepadamu.

Hanya karena kau biasa menjadi tempat curhat oleh teman-temanmu, bukan berarti kau orang bijak yang mampu menyelesaikan semua masalah uneg-uneg semua orang.
Terkadang, ada hal yang ingin disembunyikan oleh seseorang, bahkan dari orang terdekatnya sekalipun.
Karena itu, hargai.

Yaaaaaaaaaaaaah ... mungkin inilah penghujung long-post-ku kali ini. Untuk para pemakai topeng, sekali lagi semua yang kutulis di atas adalah teoriku, pandanganku. Mungkin di luar sana, masih ada tipe-tipe pemakai topeng lainnya, namun yang berhasil aku discover baru dua diantaranya. Itupun belum tentu tepat dengan keadaan yang kalian rasakan. Namun, tetap saja, aku harap pemikiran ini mampu membawa cahaya barang setitik di hati dan pikiran kalian. Semoga post kali ini bermanfaat untuk kita semua. Amiiiin.

Sampai jumpa di post berikutnya!

Human Mask

Posted by ayachin
Kamis, 25 Juni 2015
Ya-haloooooooooo !!!
Youkoso! Ketemu lagi di aau-chan.blogspot.com



Mungkin ada dari kalian yang bertanya –mungkin juga tidak- apa sih maksud dari “seorang pengamat dunia” yang tercantum di bawah nama blogku. Kuakui memang rasanya lancang dan terlalu sombong mungkin menobatkan diri sendiri sebagai seorang pengamat dunia. Namun aku tidak memiliki istilah lain yang menurutku pas untuk menggambarkan sifatku ini. Karena itu, kupilihlah gelar “seorang pengamat dunia” untukku sendiri.

Pengamat dunia. Aku tidak sehebat yang kalian bayangkan. Aku bukan pengamat perekonomian, sosial, hukum, budaya, keagamaan, dll. dalam satu waktu. Aku hanya seorang pengamat kejadian di dunia. Masih beberapa, belum semuanya. Karena itu postingan blogku sedikit  aku tidaklah sehebat yang kau pikirkan. Fokus utamaku adalah masalah sosial yang erat hubungannya dengan interaksi. Landasan utamaku adalah perasaan dan tujuan utamaku menulis blog ini adalah memperlihatkan sudut pandangku kepada dunia (baca: orang-orang yang tersesat di blogku). Meskipun, ada beberapa postingan yang isinya hanyalah curahan hati.

Bagaimana caraku mengamati dunia? 

Aku tidak mengamati dunia secara langsung. Pengamatan duniaku timbul berdasarkan fakta-fakta yang muncul di depanku lalu otakku memikirkan sebuah kesimpulan berdasarkan sudut pandangku sebagai seorang Aulia. Misalnya, kita tahu di Indonesia ini banyak pengemis. Mungkin bagi sebagian orang ketika didatangi pengemis, mereka akan merasa terganggu lalu pergi. Ada pula yang merasa kasihan dan memberi barang serebu. Mungkin juga ada yang mengumpat di dalam hati seperti, “Ih, malesin deh. Bisanya cuma minta-minta doang. Usaha, dong!” Namun apa yang kupikirkan ketika melihat pengemis adalah;

Kira-kira, seperti apa masa kecil mereka, ya?”

Loh, kok malah lari ke masa kecil?
Iya, masa kecil. Pengemis biasanya berjalan kesana kemari dengan raut yang tentunya mengundang rasa simpati. Jarang aku melihat ada pengemis yang tersenyum. Namun pengemis juga manusia. Mereka juga pernah mengecam status sebagai bayi, anak kecil, abege, abege labil, remaja, dewasa, dan insya Allah tua. Aku bertanya-tanya pernahkah mereka, salah satu atau salah dua dari mereka, duduk dan termenung lalu memikirkan masa kecil mereka? Maksudku, anggap saja mereka sedang rehat dari aktivitas minta-minta mereka, mereka duduk di suatu tempat dan minum. Memandang langit biru yang cerah dan flashback ke masa lalu mereka. Flashback seperti,
“Ah, waktu aku kecil dulu, jam segini main kelereng sama yang lain.”
“Ah, jam segini makan siang rame-rame walau lauk seadanya.”
“Ah, jam segini waktunya main petak umpet atau lompat tali.”
“Ah, bisakah aku kembali ke masa kecilku dulu? Masa di mana aku tidak perlu mengkhawatirkan makan apa aku hari ini, atau berapa perolehan uang yang kudapat hari ini, atau cacian apa lagi yang akan kudapat nanti …”

Mereka juga pernah tertawa. Mereka juga pernah bermain. Namun mereka berada di masa depan yang tentunya tak seorangpun mau merasakannya. Namun kebanyakan orang merendahkan mereka, menyuruh mereka berusaha namun tak ada seorangpun yang memfasilitasi mereka. Berusaha, berusaha bagaimana? Berusaha bagaimana yang mereka maksud?

Just please, shut your mouth.

Nah, kira-kira seperti itu. Aku sering memikirkan hal-hal yang jarang dipikirkan oleh orang lain. Dan menurutku, ini unik. Karena suatu masalah harus diselesaikan dalam menampilkan berbagai sudut pandang. Jika kau menilai orang yang membawa kotak rokok di dalam tasnya adalah seorang perokok, maka kau mungkin harus menonton film The Fault in Our Stars dan lihat bagaimana August menjepit rokok di mulutnya (hanya menjepit, bukan menyalakannya), lalu Hazel mengira August adalah seorang perokok jadi ia marah kepada August, namun akhirnya August bisa menjelaskan bahwa itu hanya perumpamaan. Dia tidak benar-benar merokok.
Aku yakin, bukan hanya aku yang sering berpikiran seperti ini. Jauh di luar sana, mungkin kalian yang tersesat di blog ini juga sering berpikir demikian. Jadi …

Apa kau juga seorang pengamat dunia … sepertiku?

Seorang Pengamat Dunia

Posted by ayachin
Selasa, 16 Juni 2015

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.
K-On Mio Akiyama

Follow me

Nama Jepangku ~

- Copyright © 2013 Aau-chan's World -Sao v2- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -