Archive for Januari 2014

 Cokelat Misterius dari Mr.Misterius
Ehm. Di suatu pagi yang cerah -sebenernya gak cerah-cerah amat sih, mendung juga kagak, eh, lebih tepatnya aku nggak tahu gimana cuaca di luar- ketika aku sedang terburu-buru menyusun buku pelajaranku, aku dikejutkan oleh bungkus yang bergambar kacang mete yang aku kenal banget bungkus apaan itu.
Coklat.

Beberapa saat, aku bengong ngeliatin tuh coklat. Punya siapa? Punya temen yang gak sengaja coklatnya masuk ke tasku? Atau ... ada orang yang ngasih? Ah gamungkin-gamungkin-gamungkin. Valentine masih jauh. Terus ini coklat siapa? siapa?
Dalam hati, aku ke-GR-an abis. Jangan-jangan aku punya secret admirer. Jangan-jangan coklat ini emang ditujukan sama aku. Jangan-jangan bentar lagi ada yang nembak aku. Tapi semua jangan-jangan itu hilang saat aku menatap cermin. Nggak, bukannya jelek. Jilbabku gak rapi. Itu aja kok.

Karena masih dihantui dengan jangan-jangan-ini-coklat-temen-yang-gak-sengaja-masuk-ke-tas-ku, sampai di sekolah, aku nggak berani makan tuh coklat. Aku nunggu gugatan cerai tentang coklat itu. Siapa tahu nanti ada yang ngomong "Au, ada liat coklat di tasmu gak?". Tapi sampai jam pelajaran berakhir, gak ada yang gugat aku. Kemudian, GR itu timbul lagi. Emang buat aku kali, ya?

Sampai akhirnya, si Mr.Misterius mengakui kalau dia yang ngasih aku cokelat. Aku kaget, pada awalnya. Tapi semua kekagetan itu berusaha aku simpan dalam-dalam. Tapi ternyata susah, bawaannya pengen senyam-senyum mulu. Bukan karena yang ngasih cowok-cakep-se-antero-SMA *bukan berarti dia cowok jelek seantero SMA , ya --"* Tapi karena detik itu ... aku ... merasa kayak di film-film, cuy.

Pulang ke rumah, rasa senang itu masih lekat di hati. Buktinya, senyumku yang mengembang enggan layu. Rasanya ... We-A-We-We-O-We. Rasanya ... apa ya? Ah, aku gak bisa lukiskan dalam kata-kata. Lucu, mungkin. Haha. Adegan-adegan yang biasanya kamu *iya, kamu. Aku kan udah mupon dari tipi* tonton di tipitipi, yang biasanya bikin kamu iri, yang kemudian kamun mengutuki adegan sinetron itu dengan "Halah, drama banget, sih." "Mana ada cowok yang kayak gitu. Alah, sinetron" Tapi ternyata justru terjadi di hidupmu itu rasanya ............................................ waw.

Usai naruh tas, buru-buru deh aku ambil tuh coklat. Ngambil pita, ikat di coklatnya *haha, iya, pita itu aku yang ngikat, biar lebih drama :D *, terus Twitpic. Jadilah temen-temenku pada heboh semua. Apalagi temen-temen OGAL yang digandrungi @shenoza_ @CinthiA_E_P @shofiayrd @ditasifa_ ditambah makhluk yang aku anggap kakak sendiri @sehaevo . Mereka pada kepo sama identitas Mr.Misterius. Tapi aku gak mau kasih tau karena .................

Jujur, menurutku ini memalukan.

Dulu, aku orangnya open sama orang terdekatku. Aku gak segan-segan cerita masalah tentangku ke orang tersebut. Dia juga gak segan-segan bercerita apa pun tentangnya, keluarganya, padaku. Tapi, karena suatu hal, kami bertengkar. Dan akhirnya, semua rahasia-rahasiaku yang dulu terpaut dengan jari kelingking kami, semuanya terbongkar. Kenapa aku nggak balas bongkar rahasia dia? Karena aku orangnya pelupa. Aku itu tipikal orang yang kepo selangit, kalo udah tau ya puas, tapi lama-kelamaan semua hal itu bakal terlupa olehku. Jadi, aku bisa jamin kerahasiaan yang ingin orang lain simpan padaku. Toh, nantinya aku juga lupa. It is hard to keep something big alone. Sometimes it's good to have someone to share; someone who will help, someone who will keep, someone who will listen.

Dari situ, aku merasa ........... jera.

Peranku berubah. Aku yang dulunya terbuka sekarang tertutup. Tapi aku tetap terbuka sebagai orang yang "dibagi", bukan sebagai orang yang "membagi". Aku senang membantu orang lain memecahkan masalah mereka. Aku senang menjaga setiap rahasia-rahasia mereka -yang padahal bisa aja terlupa. Dan aku sangat senang menjadi orang yang mereka percayai untuk mendengar masalah-masalah mereka. Tapi, emang, ya. Berbicara itu lebih sulit dibanding mendengar. Aku enggan membicarakan hal-hal pribadiku kepada orang dekatku, bahkan OGAL sekali pun. Mungkin karena masih teringat masa lalu. Mungkin juga masa lalu itu menghantuiku sehingga nyaliku ciut untuk berbicara pada orang lain. Tapi, di sisi lain, dengan sangat jujur hati kecilku berharap : Aku ingin memiliki tempat untukku berbagi.

Temen-temen OGALku orangnya baik. Aku nggak bilang kalo mereka nggak bisa dipercaya. Tapi, itu tadi, aku takut. Takut nantinya kami bertengkar. Takut nantinya semua rahasia itu bocor. Takut nantinya rahasia itu dipandang layaknya aib oleh orang lain saat melihatku. Aku takut. Tapi aku ingin.

Jadilah aku mencoba menguatkan diri dengan mencoba berbagai alternatif lain. Mulai dari mencurahkan di diary, jika rasanya ingin menangis aku dengerin lagu yang paling bikin semangat, jika aku teringat aku akan menyibukkan diriku dengan kegiatan lain, tapi perasaan lega yang kudapat setelah melakukan semua hal itu bukan perasaan lega seperti ketika aku membicarakannya pada orang lain.
It's different.

Rasanya berat, bukan, memikul semuanya sendirian?
Hanya jiwa yang cukup tegar yang mampu melakukannya. Namun jiwa yang tegar itu belum mampu bisa menikmatinya. Menurutmu, apakah yang dimaksud dengan janji?

Menurutku, janji adalah pertaruhan hati.

Ya, pertaruhan. Ketika kita berjanji, menurutku, kita sudah mempertaruhkan hati kita. Jika dalam pertaruhan itu kita gagal, akan ada perasaan yang terbuang. Perasaan yang seharusnya lega, justru menjadi suatu ketakutan, atau dendam, atau benci, atau yang lainnya.

Janji juga cermin.
Janji dapat memperihatkan sosok seseorang tergantung berhasil tidaknya ia menjaga janji tersebut.

Janji pun adalah jalan yang terlihat ujungnya.
Janji tidak dapat dilihat bagaimana akhirnya. Apakah akan terbongkar, terlupa, tersimpan.

Tapi ketahuilah, orang yang berjanji, mempertaruhkan kepercayaannya padamu.

Orang yang berjanji mempertaruhkan sudut pandang mereka di matamu. Tentunya gak ada orang yang bodoh yang mau dicap sebagai a liar, 'kan? Jika kamu ingin menautkan jari kelingkingmu pada orang lain, cek dulu orangnya kayak gimana. Ya, kurang lebihnya kayak ngecek keaslian uang. Kalo aku sih, bukan orang yang paling tahu tentangmu, kebiasaanmu, atau apa pun yang berhubungan dengan kamu lainnya yang lainnya yang tepat untuk menjadi teman berbagi, tapi orang yang bisa membuatmu nyaman ketika kamu berbicara padanya. Orang yang cukup keras kepala yang berusaha mematahkan kata-kata "Aku nggak apa-apa, kok." Orang yang cukup humoris yang akan membuatmu tertawa. Dan orang yang tulus yang akan berkata "Aku senang, kamu udah senyum lagi :)"

Identitas Mr.Misterius udah aku kasih tau sama seseorang. Rasanya, sangat lega. Lega yang dulu tidak pernah lagi aku rasakan karena ketakutanku. Karenanya, aku belajar mempercayai seseorang. Aku ingin percaya pada teman-teman dekatku. Aku ingin mempertaruhkan kepercayaan ini pada mereka, karena mereka juga mempertaruhkan kepercayaan ini padaku. Seseorang pernah berkata padaku, kunci sebuah kesuksesan dalam bersahabat adalah :
"Mutual trust"


Janji dan Coklat Misterius

Posted by ayachin
Sabtu, 18 Januari 2014
Jujur gue orangnya nggak suka keramaian. Tau deh tuh kenapa. Sampai-sampai, dulu, waktu gue lagi asyik pacaran sama nebi di kamar (baca: netbook), terus tiba-tiba bokap-nyokap-ponakan tiba-tiba masuk, gue merasa sedikit ........... terusik.
Idih, emang setan kali ya?
Naujubilah.
Sebenarnya mereka nggak ngapa-ngapain. Ponakan gue masuk cuma mau ganggu-ganggu gue aja- biasa lah, anak kecil. Dia loncat-loncat di kasur, terus bokap-nyokap ketawa ngeliat tingkah laku ponakan gue yang kekanak-kanakan -Lha, dia kan masih kecil ?!?!- tapi gue cuma bisa tersenyum sinis sambil mikir;
Apanya yang lucu?
Jadilah kamar gue dipenuhi gelak tawa. Gue sih diem. Dalam hati gue pengen semuanya cepet-cepet keluar. Gue pengen ketenangan. Tapi tenangnya gak usah sampai mati lampu segala. Itu bukan tenang, horor namanya.
Tiba-tiba gue mikir : Gue jahat, ya, sampai bisa mikir kayak gitu?
Mungkin. Mungkin kalo gue bisa merasakan "lucu" yang bokap-nyokap gue rasain ketika melihat tingkah ponakan gue, gue gak bakal merasa terusik. Mungkin gue justru bakal seneng kamar gue jadi ramai. Tapi itu "mungkin", kenyataannya gue gak bisa nangkep apa yang mereka tertawakan.
Gue ... nggak jahat, kan? ._______.

Sekarang gue menyandang predikat baru. Gue bukan lagi anak rumahan. Gue anak "kamar-an". Yo'i, kalo nggak ada yang gue kerjakan, gue bakal diem di kamar. Gue nggak peduli lagi sama dunia luar. Sampai-sampai, gue nggak peduli lagi sama TV. Tadi, di sekolah,
Cinthia   : "Au, tadi Novan nyanyi goyang oplosan"
Gue        : "Terus?"
Cinthia   : "Bener-bener nggak ngerti nih anak. Nggak punya tipi dia di rumah"
Gue cuma cengengesan.

Oke. oke. Gue udah move on dari tv sejak ......... kapan, ya? Mungkin sejak gue masuk SMA. Menurut gue, SMA itu berat. Buktinya gue gak sanggup ngangkat SMA gue. Tuh, kan. Berat.
Back to topic.
Saking beratnya, gue nggak bisa ngangkat ada niatan lagi nonton TV. Tugas kelompok, lah. PR, lah. Ekskul, lah. Les, lah. Bener-bener bikin gue aktif seharian. Belum lagi kalau ada ulangan, bisa sampai malam tuh aktifnya.

Mungkin gara-gara itu semua, gue merasa tenang di kamar ini. Gue merasa nyaman. Padahal kamar ini pernah menjadi list ruang-di-rumah-yang-paling-gue-takutin. Kamar ini meraih posisi kedua setelah ruang tamu. Alasannya? Simple. Gelap.
Awalnya kamar ini nggak ada yang nempatin, sebatas ruang buat sholat gitu. Nah, pas belum ada yang nempatin, gue sering disuruh nyalain lampu luar pas magrib. Pas buka pintu, rasanya pengen dzikir 1000 kali. Gelap abis.
Ruang tamu? Nggak beda jauh. Yang jauh cuma saklarnya doang, bikin gue harus jalan beberapa langkah. Kalau yang di kamar ini mah nggak jauh sama pintu. Tiga langkah pun jadi. Kalau di ruang tamu, gue bisa lari. Lari ketakutan.

Entah. Entah deh tuh bokap-nyokap gue ngeliat putri yang tertukar nya yang suka diem di kamar ini kayak gimana. Mereka nggak ada komentar sih. Atau malah nggak peduli? DEG. Tapi nggak papa, gue nggak minta diperhatiin juga, kok. *pembelaan*
Di kamar, temen gue sih ada dua; nebi sama HP. Asal ngutak-ngatik mereka berdua nih, gue sih nggak masalah sendirian. Bahkan, gue bisa aja lupa kalau gue ini sendirian dan ... kesepian.
Tapi suatu hari, bencana itu terjadi.
Bencanya yang akhirnya menjitak kepala gue yang akhirnya menyadarkan gue akan kesendirian.
Mati lampu.
HP sama Nebi couple-an, sama-sama lowbat.

Jadilah gue diem di kamar dalam gelap. Gue sengaja nggak nyalain lampu emergency karena emang lampu emergency yang gue punya dipake semua. Gue sengaja nggak nyalain lilin karena emang gue nggak punya. Gue sengaja nggak nyalain lampu duduk karena emang gue nggak punya lampu berdiri.
Intinya, gue sengaja. Entah karena perasaan apa, gue merasa tenang dalam kegelapan itu.

Gue menoleh ke kiri dan ke kanan.
Nggak keliatan apa-apa.
*Senam Ya Iya Iya Lah ~*
Abaikan.
Gue sadar, betapa mirisnya gue. Tanpa nebi sama HP, gue cuma bisa diem mematung di kamar. Gue baru sadar sebeginikesepiannya gue. Nggak ada temen yang merupakan tetangga yang bisa diajak main, nggak ada kakak yang bisa diajak curhat, nggak ada adik yang bisa diajak main -gue bungsu, sih, dan masih banyak nggak ada nggak ada lainnya.
Gue kesepian, ya, ternyata?
Gue mikir, mungkin di ruangan ini ada makhluk lain yang sedang ngeliat gue. Kalau itu benar, rasanya, pengen deh, punya kemampuan untuk melihatnya. Siapa tahu gue bisa nyapa dia, terus temenan deh sama dia. Mengingat, nggak ada nggak ada di atas tadi. Tapi, ini gila! Gue nggak sebegitunya juga, kali ._____.
Haha, bahkan waktu kecil dulu, gue berharap punya peri kecil sejenis Tinker Bell. Seenggaknya, gue gak bakal merasa kesepian di rumah. Habisnya, gue merasa, di rumah ini nggak ada orang yang cocok yang bisa mendengar cerita gue, keluh kesah gue, cerita bahagia gue.
Yang bisa mendengarnya hanyalah temen-temen gue.
Makanya, gue sangat menghargai mereka yang ada untuk mendengar cerita gue. Karena menurut gue, cerita ke orang itu perkara yang sulit. Gue sih biasanya mikir 2x, bahkan lebih sebelum gue yakin cerita ke orang. Bagi mereka yang pernah mendengar ceritaku, selamat, kamu adalah orang yang termasuk dalam orang yang gue percayai.

Gue gak yakin, perilaku gue yang menyendiri ini benar. Di sekolah, gue sih fine-fine aja sama temen-temen. Bahkan gue nggak terganggu akan keramaian yang mereka buat. Karena aku, ikut tertawa di dalamnya. Ketika kesepian itu melanda, kupikir, aku hanya perlu mencari obatnya. Bisa juga, berpura-pura tidak berada di dalamnya. Pilihan lain: menikmatinya.

Tapi untuk kupu-kupu sejenisku, yang memiliki sepasang sayap kecil indah namun sebenarnya rapuh, pada akhirnya, pilihan mencari temanlah yang terbaik. Namun jika kamu dapat menahannya sepertiku, Kuakui kamu termasuk orang yang tegar. Jika kamu melarikan diri darinya, aku hanya bisa berharap kamu menemukan jalan baru yang dalam mengembangkan senyum di bibirmu :)


Di dalam kegelapan, aku bertanya.
Dapatkah aku mendapatkan cahaya yang 'kan menerangi?
Baru aku sadari betapa gelapnya hati ini.
Hey, katakan padaku.
Maukah kau menjadi cahaya itu?

Lonely Butterfly

Posted by ayachin
Jumat, 10 Januari 2014

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.
K-On Mio Akiyama

Follow me

Nama Jepangku ~

- Copyright © 2013 Aau-chan's World -Sao v2- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -