Archive for Desember 2013

Jika hidup bagaikan sebuah handphone, maka pulsa dapat dianalogikan sebagai batasan dapat digunakan-tidaknya handphone tersebut untuk sms atau telepon. Pulsa yang hanya diberikan sekali seumur hidup. Pulsa yang tidak dapat dicek nominalnya. Pulsa yang misterius. Pulsa yang kadang membuat hati bertanya-tanya "Jika aku menelpon seseorang sekarang, cukup tidak, ya?"

Tentu, selama kita memiliki handphone tersebut, tidak semuanya kita gunakan hanya untuk menelpon/sms semata. Kita dapat mengambil foto, mendengarkan lagu, merekam video maupun audio, tergantung tipe dan merk handphone yang kita punya. Seperti merk handphone A yang speakernya keras tapi kameranya hanya 3.2 megapixel tetapi merk B speakernya kecil namun kameranya 5 megapixel. Selalu ada kekurangan, kelebihan, mau pun kebalikan.

Ya, selama kita memiliki handphone, kita bisa menggunakannya untuk hal lain juga. Kadang kita memakainya karena memang membutuhkannya. Namun kadang kita juga memakainya tanpa alasan jelas. Sekedar menekan tombol "unlock" menatap layarnya sebentar, kemudian me-lock-nya kembali.

Kadang, aku sering menatap handphoneku tanpa alasan. Kadang aku membandingkannya dengan tipe yang lebih tinggi, kemudian aku melihat betapa kurangnya ponselku. Kemudian aku membandingkannya dengan tipe yang lebih rendah, kemudian aku melihat betapa lebihnya ponselku. Tapi akhirnya aku tak ingin membandingkannya dengan tipe manapun karena ponselku adalah ponselku. Aku dapat membuatnya lebih baik, aku dapat pula membuatnya menjadi buruk. Tak pandang tipe, yang penting isi. Tipe yang tinggi berperan besar sebagai faktor pendukung, namun jika dipakai hanya untuk smsan/telponan semata, apa artinya?

Sampai sekarang, aku masih bertanya-tanya pada diriku, "Berapa banyak pulsa yang kupunya?"
Aku ingin menggunakannya dengan baik, aku tak ingin membuang-buangnya, namun bagaimana aku memperhitungkannya jika aku sendiri tak tahu nominalnya? Ingin sekali aku menganggarkan pulsa tersebut dalam kebutuhan yang aku miliki. Kebutuhan komunikasi sms, telpon, sampai internet, semuanya. Tapi aku dihantui rasa takut. Takut pulsaku habis tanpa kugunakan untuk hal yang benar-benar penting. Takut pulsaku habis hanya gara-gara melakukan hal yang tak penting.

Ya, kira-kira seperti itulah hidup.

Kadang aku berangan-angan, lulus SMA aku akan masuk perguruan tinggi. Mencari program beasiswa untuk kuliah abroad. Membayangkan jika aku benar-benar dapat mewujudkannya. Membayangkan hidupku yang nantinya akan sendiri dan mandiri. Membayangkan aku dapat sukses kuliah sukses pula bekerja. Membayangkan aku pulang ke kampung halaman dan dengan jerih payah itu aku akan mengantarkan orang tuaku ke Tanah Suci Mekah. Aku menjadi bersemangat, dan ... takut.

Bagaimana jika hidupku berakhir sebelum aku bisa mewujudkannya?
Bagaimana jika kuliahku tidak sesuai dengan yang kuimpikan?
Bagaimana jika pekerjaanku tidak berjalan mulus?
Dan masih banyak bagaimana-bagaimana lainnya.

Apa itu artinya aku telah sia-sia membeli "handphone"?

Tujuan hidup utamaku sebagai seorang anak adalah membahagiakan kedua orang tuaku. Itu yang aku yakini hingga sekarang dan aku ingin terus meyakininya. Diperjalanan meraih keinginan itu, aku dapat sambil memenuhi keinginan pribadi hidupku misalnya kuliah di universitas terkenal ataupun menginjakkan kakiku di luar negeri. Aku hanya bisa berharap, berdoa agar aku dapat mewujudkannya. Sekesal apa pun terkadang aku dengan orang tuaku, pada akhirnya orang tua kita adalah orang tua kita. Adalah orang yang melahirkan kita dan menyayangi kita. Tak peduli luka kata atau luka hati yang pernah tergores di diri kita karena mereka. Aku yakin, di lubuk hati mereka, mereka menyayangi kita sepenuh hati. Jika kau ragu, anggap saja perasaan mereka tersembunyi. Well, sekarang tugasmu untuk membuat mereka memperlihatkan betapa sayangnya mereka kepadamu. Jadi, masih ada alasan untuk tidak membahagiakan mereka?

Kepada ayah dan ibu yang telah melahirkanku.
Kepada ayah dan ibu yang telah membesarkanku.
Kepada ayah dan ibu yang selalu menyayangiku.
Aku tidak tahu kapan waktu di mana kita masih dapat berkumpul berakhir. Namun aku akan berusaha membahagiakan kalian sebelum waktu tersebut tiba. Maafkan sikapku yang mengisolasi diri dari keramaian. Itu semua karena aku merasa nyaman berada di dalamnya. Maafkan tak bercerita masalahku pada kalian. Itu semua karena aku lebih merasa nyaman memendamnya, sebesar-besar mengungkapkannya hanyalah pada teman yang benar-benar kupercaya.
Kepada ayah dan ibu,
Aku menyayangimu.



"Tak seorangpun ingin menyianyiakan hidupnya di dunia ini. Di dunia ini terlalu banyak jalan. Kita bisa saja mengambil jalan yang salah. Jika kita terlanjur mengambilnya, beritahu orang lain agar tidak mengambil jalan tersebut. Maka hidupmu takkan sia-sia. Karena itu artinya kamu telah menyelamatkan orang lain dari jalan yang salah."

Hidup = Handphone

Posted by ayachin
Jumat, 20 Desember 2013
Pada dasarnya manusia itu serupa tapi tak sama. Manusia dilahirkan ke dunia dengan berbagai cerita; mengharukan, menyedihkan, menegangkan, dan manusia pun hidup di dunia dengan berbagai kisah pula. Manusia, jika dikaitkan dalam biologi, adalah kesatuan sistem organ yang berfungsi menurut fungsinya masing-masing sehingga terciptalah individu. Ya, individu.

Manusia adalah individu yang unik. Pada dasarnya mereka lemah, tapi mereka peduli terhadap sesama. Mereka tidak memiliki cakar elang maupun rauman singa, namun hal yang tak dapat dilihat seperti akal membuatnya menjadi makhluk hidup yang berada di tingkat atas dibanding hewan dan tumbuhan. Manusia memiliki perasaan, yang dapat mereka ekspressikan dengan 3 cara; langsung, tak langsung, dipendam. Hal itu semakin membuat manusia makhluk yang menarik. Mereka dapat tertawa dengan ramainya di sebuah perkumpulan namun dapat juga terpecah belah karena hal kecil.

Manusia adalah makhluk sosial. Mereka memerlukan satu sama lain dalam menjalankan kehidupannya. Mereka membutuhkan orang lain dan menentukan posisinya di matanya; entah sebagai teman belaka, sahabat sejati, rekan kerja, kekasih, dll. Ngomong-ngomong, temanmu ada berapa?

Aku? Jawabanku tidak tahu. Bukan, bukan karena sangking banyaknya aku memiliki teman, bukan juga karena tidak memiliki sama sekali. Aku hanya ... tidak bisa menentukan dengan pasti posisi mereka di mataku. Sejak kapan, ya ... Mungkin tahun keduaku di SMP, Aku tidak terlalu tertarik lagi dengan pencarian teman. Karena beberapa alasan tertentu, aku memilih ikut GNB (Gerakan Non-Blok). Pergaulan di kelasku kebanyakan membuat blok-blok atau yang biasa kalian sebut 'gang'. Biar kuberi sedikit gambaran, dulu aku pernah musuhan sama teman-teman dikelas. Yah, musuhannya ini simplenya seperti ini:
1) Aku mulai bersikap menyebalkan di kelas
2) Mereka mulai tidak menyukaiku
3) Aku dimusuhi dengan tujuan agar aku menyadari kesalahanku
Yah, namanya manusia. Melihat punggungnya aja nggak bisa tanpa bantuan cermin apalagi melihat kesalahan dirinya yang tak terlihat itu. Aku pun menjalani hariku secara pasif.

Usai kami baikan, aku masih belum tenang atau tepatnya merasa belum ada yang berubah dari diriku. Aku hanya berusaha sebisa mungkin menjadi apa yang dapat diterima mereka agar dapat menjadi bagian dari mereka. Kadang, ketika mereka bersenang-senang, aku hanya bisa tertawa dengan tawa palsu. Sungguh, aku tidak dapat masuk ke dunia mereka lagi. Dari situ, aku mulai menyadari, duniaku berbeda dengan mereka. Jika kami sedang melangkah di tangga, mereka melangkah dengan jarak yang jauh denganku. Sampai-sampai walau mereka menghadap ke belakang, mereka takkan melihat batang hidungku. Sementara aku, aku adalah orang-yang-tertinggal, yang ingin maju dan melangkah bersama mereka. Di saat aku menyadari betapa tertinggalnya aku, aku menyadari bahwa diriku ... kesepian.

Dan perasaan itu membuatku takut menjalani hubungan pertemanan yang terlalu berlebih sampai ke SMA. Di mataku, teman adalah seseorang yang kau kenal, dimana kau bisa bermain bersamanya, bercanda, ataupun bertengkar, namun hanya bersifat sementara karena mereka bisa datang, bisa pergi.
Sulit bagiku untuk berharap "teman yang selalu ada untukku" karena pada dasarnya aku tidak bisa menjadi "teman yang selalu ada untuk mereka". Bukankah di sekolah kita sudah diajarkan untuk menghargai orang lain jika ingin dihargai?

Permasalahan hidup datang silih berganti. Semakin pahit makanan yang kau makan, jika dapat melaluinya, lidahmu akan terlatih agar tahan pada makanan pahit. Yah, kira-kira seperti itu. Semua permasalahan itu membuatku yakin pada sebuah keyakinan; lebih baik sendiri daripada berdua tetapi tidak abadi. Masalah-masalah yang menimpaku selalu kupendam, dan sebesar-besarnya aku dapat meluapkan, paling-paling hanyalah sikap jutekku di rumah karena stres.
 
Tapi, teman ...
Hidup sendiri dan kesepian tidaklah membuatmu menjadi orang yang 'cool'. Bagaimana pun juga, hal itu menyakitkan. Namun karena sakit, kita menjadi kuat. Namun kekuatan itu tidak berguna jika pada akhirnya, hati kita hanya akan hancur berkeping-keping. Jika kamu merasa sepi, sadarlah, berarti kamu membutuhkan orang lain.

Tadi siang, aku bertanya kepada seniorku;
Aau-chan : "Apa yang sebaiknya kita lakukan kalau kita ... kesepian?"
Senior      : "Ahahahaha .... cari temen ... gitu aja kok repot :b hihihi ..."
Aau-chan : "Itu ... maksudnya, kegiatan yang dilakukan secara individu tapi nggak bikin kesepian"
Senior      : ":) Ga ada ... Ahahaha ... Ngebohongin diri sendiri itu cuma berlaku di beberapa situasi. Sebenernya kesibukan apa pun bisa bikin kita lupa kalo kita lagi sendiri. Tapi, kalo udah tiba waktu kejenuhannya di puncak, cuma orang lain yang bisa bantu keluar :) itu sebabnya manusia gak bisa sendirian"

Aku merasa tertampar dengan jawaban Senior itu. Bagaimana pun gajenya dia balas smsku (Lihat saja dia ketawa "ahahaha" mulu), tapi dia berbakat dalam bidang beginian. Mungkin, orang kesepian itu (terlebih orang sepertiku) lebih menyukai sosok bijak yang dapat membangun semangat mereka. Ya, kita membutuhkan orang lain. Seberapapun tangguhnya kita berdiri di atas kayu yang rapuh.

Sayangnya, kebanyakan manusia itu bawel.
1) Mereka menginginkan orang yang dapat mengerti mereka,
2) Mereka menginginkan orang yang peka terhadap perasaan mereka sekalipun tidak dikatakan,
3) Mereka menginginkan orang yang dapat membuatnya bahagia,
PADAHAL,
Mereka sendiri tidak dapat melakukan ketiga hal utama di atas kepada orang lain.

"Jika kamu haus, minumlah air dengan menutup matamu. Jika pahit, langsung kau buang. Tak perlu kau pedulikan warna dan rasa."

Ya, jika kita membutuhkan teman, janganlah mencari teman dengan kriteria ini itu. Terimalah mereka apa adanya. Jika teman itu hanya semakin memperparah keadaanmu, atau membimbingmu ke jalan yang salah, berarti dia bukanlah teman yang kau butuhkan. Jangan pedulikan kekurangannya, hargai keberadaanya untukmu.











                                                                                                                 - Thank a million for B-senpai

We Need Friend(s)

Posted by ayachin
Jumat, 13 Desember 2013

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.
K-On Mio Akiyama

Follow me

Nama Jepangku ~

- Copyright © 2013 Aau-chan's World -Sao v2- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -