Archive for Juli 2013

Sebelumnya, aku mau berterima kasih yang sebesar-besarnya pada Yenny yang mengizinkanku untuk mempost cerita hidupnya.
 ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pernah suatu ketika, aku iseng duduk-duduk dekat Yenny, teman sekelasku. Biar kuceritakan dulu sesuatu tentang Yenny.

Saat pertama kali masuk sekolah, Yenny typical orang-yang-mau-bertanggung-jawab-atas-kelas-X-3. Itu yang kulihat darinya. Saat pertama masuk, ia selalu ingin terlibat tentang hal-hal yang menyangkut kelas X-3, misalnya pemilihan struktur organisasi kelas. Namun, tidak semua pekerjaannya terlihat beres. Pernah suatu ketika, Yenny mengatakan ingin menghandle tugas memesan-makanan-untuk-buka-puasa-bersama-seluruh-kelas yang berlangsung pada Ramadhan lalu. Kami pun mempercayakan tugas itu padanya. Uang pun terkumpul, ia berencana memesan makanannya hari ini. Kalau tidak salah, satu hari sebelum hari H, ia mengembalikan uang tersebut. "Rumah makannya tutup selama Ramadhan." Di waktu yang sesempit itu sontak kami kecewa. Lantas, memesan di mana? Di RM yang enak? Uangnya nggak cukup! Mau ngumpulkan lagi? Mana sempat! Yang lain udah pada pulang! Mau di RM itu? Sama dengan kelas yang lain! Ah, kok aku jadi marah-marah?! *elus elus dada* *dada ayam*

Akhirnya Hisan, Intan, dan Seha yang bertanggung jawab atas makanan. Sementara aku menyumbang karpet untuk duduk. Kami pun hanya makan lamongan. Nasi putih dengan ayam plus lalapan. Parahnya, nggak ada kecap ._. *okeabaikan*. Yah, setidaknya masih ada es buah untuk cuci mulut. Kelas kami mungkin kelas yang paling sederhana makanannya. Hambar. Ya, hambar sekali.

Usai kejadian tersebut banyak yang mulai tidak menyukai Yenny, termasuk aku. Percaya atau tidak, sekali kalian mensugesti diri bahwa kalian tidak menyukai seseorang, kalian akan membencinya mulai dari hal-hal yang salah, sampai hal-hal yang benar darinya. Semua tindakannya bernilai negative di mata kalian. Dan ini yang salah. Ini yang salah.

Tempat dudukku dan Yenny terbilang seperti Sabang dan Merauke. Aku duduk di pojok kanan depan, sementara Yenny duduk di pojok kiri belakang. Sehingga, aku tidak terlalu berteman dengannya, atau, mengetahui apa tentangnya. Jika ada hal buruk tentang dirinya, aku hanya mendengarnya dari temanku. Dulu, Yenny duduk sendirian karena jumlah anggota kelas kami ganjil. Namun, selang beberapa lama, Misna pindah. Yenny pun duduk dengan Anti, yang sebelumnya duduk dengan Misna.

Oke, kita lanjut ke awal.
Saat itu pelajaran sedang kosong dan kelas kami tidak diberi tugas apa-apa. Waktu luang ini entah kenapa mendorong aku untuk duduk di dekat Yenny yang sedang asyik ngobrol dengan Anti. Ternyata, Yenny menceritakan masa lalunya.

Tak ada yang salah dengan keluarga Yenny. Yang salah adalah cara hidupnya.
Sewaktu Yenny kecil, ia dititipkan ke rumah Om-nya yang berada di Jawa karena faktor pekerjaan orang tuanya. Yenny bercerita, bahwa ketika ia kecil, ia sering di bedakan dengan ketiga sepupunya -anak dari Om dan Tante-nya. Ia bercerita bahwa sejak kecil ia sudah mandiri, Tantenya tidak mau mencucikan bajunya sehingga Yenny harus mencuci bajunya sendiri, ah, kalau tidak salah ia juga mencucikan baju Om-Tante-serta-sepupu-sepupunya. Anak kecil mana yang mau disuruh demikian? Tapi namanya juga "numpang", mau bagaimana lagi? Perlakuan buruk juga datang dari sepupu-sepupunya. Saat mereka bertiga sedang nonton TV, jika Yenny datang untuk melihat, mereka akan mematikan TVnya. jika Yenny pergi, mereka baru akan menyalakan TVnya. Makanan. Makanan pun tak jarang Yenny mendapat yang-sudah-tidak-layak-makan. You know what I mean, right?
Jam malam pun dibatasi sampai jam 8 malam. Pernah suatu ketika Yenny asyik nonton TV di rumah tetangga, ketika ia pulang, ternyata sudah lebih dari jam 8 malam. Oh please, anak kecil mana yang sudah ngerti dengan jam? Yenny tidak diizinkan masuk. Bahkan lampu di luar dimatikan. Seseorang menepuk pundak Yenny maka tertidurlah ia dan mengajaknya untuk menginap di tempatnya.
Orang tua Yenny bukannya tidak bertanggung jawab. Mereka mengirimi Yenny baju, susu, dan sebagainya untuk keperluan Yenny. Sesekali Ibunya Yenny juga menelpon anak sulungnya tersebut. Namun, yah, seperti di film-film. Hak-hak Yenny bukannya mengalir padanya tapi justru berpindah tangan ke sepupu-sepupunya. Dan telepon? Yenny kerap dipaksa berbohong kepada Ibunya bahwa ia diberi uang jajan yang cukup padahal ... udah, you know what I mean.

AKU BENAR-BENAR NGGAK NYANGKA!

Di kelasku ... kelas X-3, satu diantaranya memiliki kisah hidup yang biasanya aku temui di film-film!

Kalau tidak salah saat Yenny menginjak kelas 5, Ibunya Yenny mengambil kembali Yenny. What a relief. Tapi ada satu hal, Ibunya Yenny sudah melahirkan seorang anak baru. Ya, dia adiknya Yenny! Bayangkan jika tiba-tiba ada seseorang datang ke rumahmu dan orang tuamu berkata "Dia kakak kandungmu" apa kalian bisa menerima begitu saja? Sebagian mungkin bisa menerima sebagian lain mungkin mengalami fase shock terlebih dahulu. Dan sayangnya, adiknya Yenny bukan typical orang-yang-bisa-menerima-begitu-saja. Kecanggungan antara kakak-adik yang terpisah pun terjadi. Argh, kayak drama-drama di TV!

Namun, sayangnya, itu benar terjadi.

Adiknya Yenny pintar. Ia sering menjuarai peringkat satu di kelasnya. Ayah dan Ibunya Yenny tentu bangga padanya. Kebalikannya, Yenny tidak pintar dalam akademik. Ia jujur padaku bahwa ia merasa sering dibedakan dengan adiknya yang pintar itu.

Allah bukannya nggak adil. Allah itu Maha Adil. Dibalik itu semua, Allah memberikan kelebihan kepada Yenny. Yenny mungkin tidak perpotensi banyak dalam akademik, tapi dalam karate, jangan remehkan dia. Yenny sudah sering menjuarai perlombaan karate sampai-sampai ia ikut kejuaraan bertaraf nasional di Jakarta. Meski tidak menang, ia tetaplah hebat. Nasional, cuy!

Karate adalah jalan Yenny membahagiakan orang tuanya. Orang tuanya mendukung penuh Yenny dalam karate. Aku salut padanya. Oh, bagaimana dengan Om-Tante-serta-sepupu-sepupu-itu? Iya, mereka terkejut. Inikah Yenny yang dulu? Mereka meminta maaf kepada Yenny dan berkata ia Yenny memaafkannya.

"Yang berlalu biarlah berlalu. Dendam hanya akan menghambatmu menuju pintu ketentraman. Sebaliknya, maaf adalah cara termudah menuju dunia yang tentram, yang damai. Kuharap, dengan ini ada yang belajar dari pengalaman hidupku."
                                                                                                                      -Yenny-

Ya, Yenny. Aku belajar banyak darimu.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pandanganku berubah 180 derajat pada Yenny. Nggak, aku nggak mau lagi memandang negative seseorang hanya karena dia telah berbuat kesalahan yang mengecewakan. Maksudku, hey, you know, tak ada di dunia ini yang sempurna! Allah mengajarkan pelajaran hidup kepada hamba-hambanya melalui banyak cara. Entah dari pengalaman buruk, memalukan, menyedihkan, membahagiakan, pengalaman orang lain, binatang, tumbuhan, ah, banyak lah pokoknya!

Mungkin sikap Yenny ada yang membuatku kesal, marah, tapi siapa yang tahu, dibalik dirinya itu tersimpan sosok yang pemaaf?

 Maaf ya Yenny, atas pandanganku yang tidak baik padamu selama ini. Kuharap aku bisa belajar dari pengalaman hidupmu lebih banyak lagi. Aku hanya manusia yang masih belajar, masih perlu belajar banyak agar bisa memahami makna kehidupan. Agar aku tahu, apa alasanku hidup di dunia yang mengagumkan ini.

Live and Learn

Posted by ayachin
Kamis, 11 Juli 2013
Hari ini sudah bulan Ramadhan aja, ya. Glek. Udah berapa lama aku nggak nulis T^T eh salah, ngetik. Ah, abaikan. Banyak banget nih kejadian-kejadian lampau yang pengen banget aku tulis -ngetik, ah, apalah- di sini yang menurutku bisa dijadikan pelajaran hidup. Banyak ... saking banyaknya aku rada-rada lupa ._.

Kebahagiaan itu ... kecil. Percaya, nggak?

Waktu itu sepulang sekolah, aku dan Icha bareng ke parkiran. Baru saja melewati kelas X-5, Kak Ayu memanggil Icha. Icha memintaku menunggu dan ia pun masuk ke kelas X-5 Aku bertahan. Melirik sebentar ke dalam. Sebagian teman-teman anggota habsyi berkumpul dan berpusat pada Kak Ayu. Aku heran, yah, sebagai anggota Rismata -kelompok habsyi mesjid At-Taqwa- mengapa aku tidak dipanggil? Hatiku meragu, antara ingin masuk ke dalam dan tidak. Usai bolak-balik tidak keruan, aku pun memberanikan diri masuk dan mendengarkan pembicaraan mereka.

Ternyata, Kak Ayu sedang merekrut anggota rebana. Ia diminta untuk mencari orang yang bisa memukul gendang untuk lomba antar-kecamatan. Tentunya, kami bisa. Tapi, banyak dari anggota Rismata yang tidak bisa ikut. Pada akhirnya, hanya aku, Icha, dan Kak Ayu dari Rismata yang ikut. Fyi, Kak Ayu tidak terlalu berpengalaman dalam gendang. Di Rismata, Kak Ayu seorang penyair, yaitu orang yang membaca syair, sementara aku dan Icha, menjadi ... gendang-ers.
Perlombaan masih cukup lama. Latihan pun dilaksanakan hari demi hari. Bertempat di kantor kecamatan Tanjung, di sana aku memperoleh apa yang kusebut ... kebahagiaan.

Pada awal-awal latihan, aku agak sedikit bingung. Latihan yang kami jalani sangat membingungkan. Aku saja bingung ketukanku yang mana. Kalau disuruh begini, ya begini. Besoknya? Lupa. Kami pun memiliki kendala personil yang masih belum lengkap -diperlukan 11 orang. Namun lambat laun personil lengkap, 12 orang, malah. Tapi kondisi latihan yang acakadut, membuat aku dan Icha ragu. Kami tidak tahu ketukan mana yang harus kami dendangkan.
Faktornya? Jelas ada. Sebagian besar anggota rebana kami masih newbie. Iya, newbie -pemula. Mereka masih harus diajari dasar-dasarnya dan mereka sering salah. My .. my ..

Tapi, sekitar 2 minggu sebelum hari H, kami seperti mendapat setruman ekstra. Latihan yang semula cuma sore hari kini beralih menjadi malam. Harapannya, bisa mendapat waktu latihan lebih lama. Mengingat, anak SMA yang pulangnya siang ditambah ada kegiatan ekstrakulikuler mempersempit waktu latihan. Belum lagi ... pramuka. Namun, karena kegiatan ini, kami, oleh pihak kecamatan diberi surat dispensasi ke sekolah untuk libur pramuka. Yay!
Kata-kata yang biasanya seperti ini "Au, hari ini latihan" sekarang berubah menjadi "Au, hari ini latihan malam". Kuakui, sungguh melelahkan. Belum lagi jika ada ulangan. Rasanya ... stres.

Selama latihan, tentu banyak hal yang telah kami lalui bersama. Pernah, suatu malam ketika kami latihan, mati lampu. Penerangan hanya bermodal lilin. Karena rata-rata lapar, kami diberi popmi. "Air panasnya?", tanya kami bergantian. "Pakai banyu akua gen loko?" (Pakai air akua aja, gih) Kami pun gelak tertawa. Masa popmi pake akua. Kami pun punya gelaran masing-masing, dan masih banyak lagi.

Hari H tiba. Kami mendapat no urut pertama tampil. Pakaian kami, jujur saja, kurang bagus. Modelnya adalah model lama nan sederhana, ditambah warna hijau lumut dan kuning keemasan. menurutku tidak begitu cocok. Dibanding peserta lain, mereka modis sekali. Nyaliku agak ciut di sini.

Kami pun tampil dengan catatan; yang boleh tampil hanya 11 orang. Kacau! Formasi berubah! Aku panik. Bagaimana bisa mengubah formasi tanpa latihan minimal 3 hari? Yah, 3 hari, karena formasi-formasi yang ada saja kami suka salah. This will be bad.

Benar saja, ketika tampil, formasi kacau. Panggungnya? Disayangkan, sangat sempit menurutku. Ditambah, banyak tali-tali memenuhi lantai. Menyusahkan untuk melangkah. Tangga untuk naik panggung juga sangat curam! Untung, sepatu kami tidak terlalu tinggi, asal pelan, maka takkan terjatuh. Penampilan kami pun tidak semaksimal ketika latihan terakhir. Sangat disayangkan.
 Usai tampil, kami duduk di tempat semula. Penampilan-demi-penampilan berikutnya sangatlah memukau. Berbeda dari kami yang formasinya sangat sederhana. Aku tahu tak ada harapan menang. Tidak ada.

Malamnya, kami langsung pulang.
Di rumah, rasanya kecewa. Kecewa tidak bisa memberikan yang terbaik padahal selama ini sudah berlatih keras,  bahkan usai tampil, jariku bengkak sampai beberapa hari. Tapi aku berusaha memaklumi keadaan, we're not a professional, thought.

Ya, kami tidak menang. Setidaknya, katanya, vocalis rebana kami yang paling baik diantara yang lainnya. Setidaknya nggak hancur-hancur amat lah. Masih ada point plus untuk kami. Setidaknya ...

Apa kalian rasa kegagalanku ini juga sebuah bentuk kesia-siaan? Yah, sia-sia latihan keras kalau hasilnya di panggung tidak maksimal dan terbilang mengecewakan. Pelatih kami, beliau tidak sama sekali memasang air muka kecewa. Bahkan, beliau memuji kami atas penampilan kami. Aku merasa bersalah. Setelah semuanya ... hanya begini jadinya?

Terlintas di pikiranku ... Apa semua pertarungan Naruto selalu menang?

Ya. Boleh jadi ceritaku kali ini adalah cerita kegagalan. Bahkan Rasulullah saw. pernah kalah sekali dalam perang yang meski kekalahan tersebut bukan dikarenakan beliau, melainkan karena pengikutnya yang tidak patuh padanya. Tidak ada cerita yang selalu happy ending.

Aku menampar pipiku. Mata hatiku terbuka lebar. Selain belajar yang namanya kegagalan, aku juga menyadari, bahwa kebahagiaan itu sebenarnya kecil. Aku sadar, selama latihan, tak pernah sekali pun kami konflik. Kami selalu bercanda dan tentunya tertawa. Makan bersama, letih bersama, semuanya bersama. Aku sadar, kebahagiaan itu begitu kecil. Sekecil senyum yang kau ukir ketika melihat album foto lama ... sekecil kau menang ketika main PS melawan temanmu, sekecil ketika idolamu menang dalam suatu ajang tertentu, sekecil ketika ... kamu tertawa bahagia bersama temanmu. Teman terbaikmu. Orang yang kau sayang.

Lantas ... kebahagiaan terbesar ... apa ya?

Kebahagiaan terbesar -menurutku- adalah ...

"Membuat orang lain bahagia"

Sekecil apa pun senyum yang orang lain berikan -walau tak tersenyum sekalipun- asal dia bahagia, itu sudah luar biasa senangnya. Membahagiakan orang lain ... terutama yang kau sayangi <3

Aku terbangun dari lamunanku. Aku menoleh kepada Icha yang sedari tadi sibuk dengan makanannya.

"Cha, hari ini latihan malam"

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.
K-On Mio Akiyama

Follow me

Nama Jepangku ~

- Copyright © 2013 Aau-chan's World -Sao v2- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -