Archive for Oktober 2015

It's been 40 days, Dad. Since you have went to His side. Since you leave us first, to another world.

Minggu, 20 September 2015.
Dear whoever-read-this-post

Pagi ini aku dibangunkan oleh nada dering ponselku. Nggak, terlalu cepat nafasmu untuk tercekat setelah membaca kalimat pertama. Lagu sountrack Naruto Shippuden yang diisi oleh Hemenway - By My Side yang emang lagi suka-sukanya aku mendengarkannya menggemakan seisi kamar kosku. Petikan gitar listrik yang membuatku terbangun seolah menyuruhku untuk lekas bangun dan bernyanyi sebelum bait pertama dinyanyikan. Oke kalimat terakhir itu cuma pemanis cap hiperbola buatan.

Sambil mengucek mata dan memulihkan kesadaran, aku mengangkat telpon. Ternyata dari Mama.
"Mmm .. Halo ..."
"Halo? Ya? Mau nggak dengar suara Abah?"
Ya nggak mungkin lah ya seorang anak yang Bapaknya sakit menolak tawaran dari Ibunya.
"Boleh." kataku.
Kemudian terdengar suara gemerisik pertanda telpon sedang dialihkan ke tangan Abah.
"Halo..."
"Halo. Kenapa, Bah?"
"Lia sehat aja, kan, yah, di sana?"
"Iya, Bah. Lia sehat aja."
"Lia yang baik ya di sana. Belajar yang baik....................................udah, ndausah dibahas pecakapannya.
Suara Abah terdengar begitu jelas, begitu clear di telingaku. Banyak jeda kosong dalam pembicaraan kami karena aku tidak tahu harus menanyakan apa selain, "Gimana kondisi Abah sekarang?"

To be honest, hubunganku dengan Abah tidaklah terlalu dekat. Sedekat, seorang anak yang bisa curhat kepada Bapaknya atau seorang anak yang merengek kepada Bapaknya untuk dibelikan sesuatu. Sosok Aau-chan pemilik blog ini, terhadap bapaknya, begitu renggang kalau boleh dibilang. Ini bukan seperti aku dan Abah adalah sepasang Ayah dan anak yang hubungannya dingin. Tapi aku terlalu respek (hormat) kepada Abah sehingga aku tidak bisa -atau mampu- untuk melakukan apa yang biasa dilakukan anak-bungsu-perempuan pada umumnya.

Anak bungsu? Cewek? Pasti manja. Paling disayang.
Guys, please. Lihatlah hidupku dan kau takkan percaya lagi dengan kalimat itu.

Ketika aku selesai berbicara dengan Abah di telepon, telpon pun dialihkan kembali kepada Mama.
"Gimana, ya? Udah dengar suara Abah, kan, tadi?"
"Iya."
"Yah, begitulah suara Abah sekarang. Nggak terlalu jelas lagi."
What I was think that time is ... nggak jelas apanya? Suara Abah jelas-jelas aja kok di telingaku. Apanya yang salah dengan suara Abah?
Tapi aku tidak mengusik lebih lanjut pertanyaan itu.

Siangnya, aku mendapat kabar kalau Abah sudah kritis. Abah sudah nggak bisa diajak bicara lagi. All I do just crying. Hoping for the best for my Dad. Hope I will be okay whatever will be happen on my Dad. Hope I will strong enough to face world without Dad. Hope that everythings gonna be okay.

But no. Everything's not okay.

Sore harinya, aku melakukan video call dengan kakakku via LINE. Aku melihat keadaan Abah yang terbaring lemah dengan alat bantu pernafasan. Cara beliau bernafas, tidaklah normal. Seperti kejang-kejang kecil. Kepalaku sakit usai terlalu lama menangis. Dan air mataku sudah terlalu surut untuk dikeluarkan lagi.

Malam ketika Bintang, teman satu angakatan datang ke kos dan kami mengerjakan laporan, aku mendapat telpon yang mengatakan bahwa Abah sudah ... tiada. Akupun mulai tidak karuan namun, sebisa mungkin kutahan air mataku dari hadapan Bintang. Ketika Bintang telah pulang, rasanya tubuhku tiba-tiba menjadi berat. Aku menangis, kembali.

Rest of night, I spent to buy ticket to go back to South Borneo. Arranging schedules and many more.
Jadilah, pada Senin, 21 September aku pulang ke Kalimantan. Hari itu, masih saja kusempatkan diri untuk masuk perkuliahan, Kimia Organik dan Biologi Sel. Kemudian, sore hari sekitar pukul 3.30 dibantu oleh Bintang aku pergi ke stasiun kereta api Purwosari. Perjalanan di kereta terbilang sedikit apes karena aku tidak kebagian tempat duduk. Jadilah aku berdiri sambil mendengarkan lagu sembari menghentak-hentakkan kaki seolah anak gegaulan. Oke, lupakan bagian itu.

Setibanya di stasiun Maguwo, aku menunggu senpai-kakak kelasku waktu SMA-ku yang katanya mau mengantar keberangkatanku. Kami sempat berbincang sebentar sebelum aku pergi. Kalau tidak salah, pukul 18.00 aku masuk untuk check in.

Karena aku hanya membawa satu tas ransel, urusan check in ku tidak terlalu lama. Ketika menunggu di ruang tunggu, ada kejadian menarik terjadi. Seperti yang siapa-pun-tahu, bukanlah hal yang mustahil untuk menemukan bule di Bandara Adisujipto. Akupun diam-diam pingin duduk berdekatan dengan bule-dari-manapun-itu. Oke, kalian boleh memanggilku kampungan untuk hal ini. Bukan karena aku ingin berfoto dengan mereka atau apa, tetapi lebih-lebih aku ingin mencoba berbicara dengan mereka untuk mengetahui sejauh apa kemampuan bahasa Inggrisku saat ini. To be honest, aku tidak pernah mengikuti tes TOEFL.

In the end, aku tidak duduk dekat bule barat manapun. Agak kecewa, sih. Tapi, ya sudahlah. Aku pun duduk di salah satu bangku yang masing kosong di kedua sisinya. Kemudian, aku mendengarkan lagu kembali menggunakan headsetku.

Lho, menariknya di mana?

Menariknya, tahu-tahu ada orang yang duduk di belakangku. Mereka bercakap-cakap menggunakan bahasa Jepang. JEPANG! Salah satu negara yang sangat kukagumi, terlebih untuk seorang anime-lovers sepertiku ini. Akupun membalikkan badan ke sumber suara yang ternyata seorang perempuan berumur 40-an. Membuang segala sifat introvertku, aku langsung menyapanya.
"Anoo ... Anata wa Nihon jin desuka?"
Anu, apakah anda orang Jepang?
"Hai. Sou desu."
Ya, itu benar.
"Kyaaaa! -Oke, lebay. Aku tidak benar-benar mengatakan kyaaa! tapi huaaa!- Ureshiiiiii"
Huaaa! Senangnyaaa!
"Watashi wa Nihon daisuki! Anime daisuki!"
Saya sangat menyukai Jepang, (pula) Anime!

Kemudian terjadilah percakapan seorang anak-remaja-dengan-bahasa-jepang-yang-belum-fasih-versus-orang-jepang-yang-nyata-nyata-bahasa-jepangnya-tidak-diragukan-lagi.
Ngebayanginnya?
Ngga usah dibayangin.

Aku sempat bertukar email dengan beliau dan beliau dengan baik hatinya memberiku correction pen atau nama dagangnya tip-x dan pulpen yang-tinta-nya-bisa-dihapus. Iya, bisa dihapus! Kebayang, kan, seorang remaja-dengan-bahasa-jepang-yang-belum-fasih-dengan-mata-berbinar-binar-melihat-pulpen-yang-tintanya-bisa-dihapus.
Nggak kebayang? Nggak papa.

Okamoto Rei-san, nama beliau. Berdua bersama dengan suaminya, Yosuke-san, menjelajah dunia. mereka memperlihatkanku isi paspor mereka dan cap-cap dari berbagai negara pertanda mereka telah berkelana di berbagai negara. Irinya ~

Mereka juga bertanya bagaimana caraku mandi, maksudku, memakai shower atau dengan bak mandi. Cara mereka bertanya cukup unik, Rie-san menggambar bak mandi dan shower di kertas dan bertanya apakah aku menggunakan shower atau bak mandi. Aku menjawab shower, karena aku tidak tahu cara menjelaskan kepada mereka kalau aku mandi dengan ember dan gayung ('-' )>

Aku tidak pulang ke rumahku melainkan kampung halaman Abah, sekitar 1 jam dari rumah. Aku tiba sekitar pukul 3 dini hari. Mama menyambut kedatanganku. Akupun berpelukan dengan beliau.
Aku langsung beristirahat di kamar yang sama dengan Mama. Mama menceritakan kronologi bagaimana detik-detik terakhir Abah sampai Abah menghembuskan nafas terakhirnya. Berulang kali, berulang kali Mama berkata, "Bahkan disaat-saat terakhir, Abah masih mengangkat takbir. Masih mengucap syahadat. Mama salut sama Abah."

Sungguh aku iri kepada keluarga yang bisa berada di sisi beliau ketika saat terakhir Abah. Ketika aku datang, Abah sudah dimakamkan di areal pemakaman yang sama dengan Nenek. Siang harinya (21 September) barulah aku mengunjungi makam Abah. Pamitan dengan beliau sebelum akhirnya aku dan Mama pergi ke Barabai, kampung halaman mama untuk mengunjungi makam-makam keluarga mama. Di Barabai, aku memiliki kakek dari mama yang umurnya sudah terbilang lanjut.
"Mama pingin ketemu kakekmu."

Melelahkan, sungguh. Kau datang dari seberang pulau pukul 3 dini hari, siang harinya habis dzuhur kau pergi menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam ke Barabai kemudian kembali 1,5 jam ke kampung halaman Abah kemudian tambah 1 jam lagi pulang ke rumah. Perlu kutambahkan: di perjalanan kau diselimuti ASAP.

Tak ada sambutan hangat ketika aku membuka pintu rumah. Sambutan hangat yang mengindikasikan kekhawatiran akan kondisi mentalku sehabis ditinggalkan Abah. Yah, bukannya aku menuntut dipeluk satu keluarga, sih. Usai tak menerima sambutan akupun langsung ke kamarku yang sekarang beralih fungsi menjadi kamar kakak ke duaku, Adie.

Bahkan asap pun masuk ke kamarku.
Ya ampun.

Kak Adie menceritakan lagi kronologi ulang kematian Abah. Ia juga menunjukkan video ketika Abah dalam keadaan sekarat. Di dalam video tersebut, ada adegan ketika seluruh keluarga saling memeluk Abah dan IT'S TOTALLY MAKES ME SUPER JEALOUS!

There's so many things that I want to do with you, Dad.
There's so many things you haven't teach me yet.
I want to learn driving car with you, I want you and mom and bro and sis come to Solo and with me, we're traveling around Solo together. I want to take a family picture with you when I graduate on university. I want to be success so I can take you and Mom go to Mecca to do hajj. I want you to be by my side on my wedding. I want you to see child that born from me. I want you to play with them like what you have done with Firas, my sis' daughter. I want you to be here, by my side.

Dear pembaca yang tersesat di blog ini.
Terima kasih telah membaca kronologi perjalananku pulang ke Kalimantan.
Tapi belum, aku belum menyampaikan pesanku.
Sekarang, aku akan menyampaikan pesan yang sesungguhnya dari post ini, tujuan utamaku menulis post ini.

Pembaca yang aku sayangi,
Setiap keluarga pasti memiliki cerita mereka masing-masing, termasuk kamu yang sedang membaca post. Kamu bisa saja masih memiliki orang tua yang lengkap, atau sudah tidak lagi.
Untuk kamu yang terutama masih memiliki orang tua lengkap, let me give you some advice.

Sungguh beruntung dan bersyukurlah untuk kamu, yang masih memiliki orang tua lengkap, hubungannya sangat erat dengan mereka. Seerat, bahkan memiliki grup di LINE atau whatsapp yang isinya keluarga besar kalian. Aku tidak pernah memiliki pengalaman yang seperti itu dengan kedua orang tuaku. Karena itu, bersyukurlah.

Kau ingin mengintip sedikit bagaimana kondisi keluargaku? Mari kuperlihatkan.
Abah dan Mama adalah tipikal orang tua yang tidak terlalu memberikan penjagaan ketat kepada anak-anaknya. Mereka bisa saja menelpon ketika ada anak-anaknya yang belum pulang sampai larut malam, tetapi mereka, kalau boleh dikatakan, selalu ber-positif-thinking terhadap pergaulan anaknya.
Contohnya, ketika aku membawa teman-teman lelakiku ke rumah. Oke, aku tahu even yang kami lakukan adalah belajar bareng. Dan mama, mama sekalu menghidangkan camilan kepada kami. Tetapi, usai teman-temanku itu pulang, mama atau abah tidak pernah bertanya tentang siapa gerangan gerombolan lelaki tersebut. Mama hanya berkata "Belajar bareng, ya tadi?" instead of "Cowok-cowok barusan siapa aja? Kamu nggak pacaran sama salah satu diantara mereka, kan?" meski aku sudah diwanti-wanti agar tidak pacaran sebelum aku lulus kuliah dan bekerja.

Mama dan abah juga memberikan ruang yang longgar. Seperti, oke, ditetapkan jam malam adalah jam 10 WITA. Biasanya, aku akan mendapat panggilan sekitar pukul 9 malam oleh abah yang menanyakan, "Kapan pulang?" Aku akan menjawab, "Sekitar pukul 10." Pada praktiknya, aku pulang pukul 10.30 tetapi abah tak pernah memarahiku atas keterlambatanku.

Mama dan Abah juga memberi ruang kebebasan untuk bertindak. Mungkin prinsipnya, selama tidak merugikan dan tidak melanggar norma-norma, maka sah-sah saja. Contohnya, mungkin ada beberapa di antara kalian yang kalau makan sambil megang HP, kalian akan ditegur untuk main HP nya nanti saja setelah makan. Namun di keluargaku, makan sambil main HP bukanlah hal yang merugikan siapapun jadi sah-sah saja. Tidak pernah aku menerima teguran semacam itu. Bahkan makan di kamarpun, tak ada yang melarang.

Sistem yang mengatur hubungan antar anggota di keluargaku bisa terbilang, sangat simpel.

Hal ini berimbas pada beberapa hal. Kami, anak-anaknya jadi lebih individual. Tak pernah aku curhat sekalipun kepada kakakku yang perempuan apalagi laki-laki tentang apapun. Begitu pula dengan mereka. Begitupula dengan kami, kepada orang tua kami.

Malam terakhir aku berada di rumah sebelum pergi untuk benar-benar menetap di Solo sebagai mahasiswa, aku diminta mama untuk tidur sekamar dengan Abah. Di malam terakhir itu, aku bahkan menciptakan sedikit jarak antara aku dengan Abah. Kini aku menyesal, harusnya kupeluk saja Abah malam itu.

Abah, Lia kadang bertanya-tanya seberapa jauh abah mengenal Lia dan seberapa jauh Lia mengenal abah.
Lia tahu abah suka makan pakai kecap, bahkan mangga sekalipun abah makan pakai kecap, abah suka nonton pertandingan badminton dan tinju, lalu, abah, apa saja yang abah tahu tentang Lia?

Apa abah tahu kalau Lia suka teh yang hambar? Apa abah tahu Lia suka masakan paliat? Apa abah tahu Lia maniak anime?

Abah tentu tidak tahu tentang siapa yang Lia sukai sekarang ini, tapi pernahkan abah berandai-andai apakalah putrimu ini yang tentunya telah menginjak fase remaja-rentan-jatuh-cinta sedang menyukai atau berpacaran dengan seseorang?

Ada banyak, banyak hal yang ingin Lia ceritakan kepada abah.
Bah, Lia di sini baik-baik saja. Lia sehat-sehat saja. Makanan di sekitar kampus murah-murah lho, Bah, tapi tetap Lia kangen masakan banjar, masakan mama. Lia pingin makan sayur bening buatan mama, atau gangan karuh, sayur katu', rendang super manis, udang goreng sambal merah, bistik, gaguduh pisang, gaguduh tiwadak, dan maaaaasih banyak lagi. Ah, Lia juga pingin makan bubur merdeka-nya Farid, yang di samping pendopo. Dan tentunya, Pa-li-at :9

Bah, maafkan anakmu ini yang tidak mengindikasikan seperti anak-yang-telah-kehilangan-orang-tua-nya. Ya, Lia yakin abah tidak berharap Lia jadi anak yang pemurung ketika abah sudah tiada, tapi kemampuan Lia untuk tetap tertawa, sebenarnya adalah imbas dari hati Lia yang bisa dikatakan sudah sering merasakan sakit. Bukan, ini tidak seperti Lia telah berpacaran berkali-kali dan putus berkali-kali, ada sebuah momen di hidup Lia yang membuat Lia merasa hidup ini begitu hambar, bahkan sampai detik ini.

Karena begitu hambar, mungkin daya absorpsi hati Lia terhadap rasa sakit jadi berkurang. Karena itu, Lia masih dapat tertawa. Tapi, ketika Lia berkonsentrasi terhadap rasa kehilangan Lia atas abah, rasanya hati Lia bagai spons yang diperas dan mengeluarkan banyak cairan kesedihan. Di saat itulah, Lia mampu meneteskan air mata.

Intinya, Lia hanya tidak perlu berlarut dalam kesedihan, kan, Bah? :)

Pembaca yang budiman,
Peluk, peluk kedua orang tuamu jika kamu masih memilikinya. Perbaiki hubunganmu dengan mereka jika kamu sedang bertengkar dengan mereka. Dekatkan dirimu dengan mereka, jika hubunganmu dengan mereka renggang sepertiku. You'll never know how the future will go. Kematian seseorang tidak selalu karena penyakit, kan?

Percayalah, kadang aku merutuki diriku sendiri yang tidak terlalu merasa kehilangan. Mungkin karena faktor aku yang berada di Solo, atau memang karena indra hatiku benar-benar mati. Aku masih bisa makan seperti orang normal, dan bercanda ria dengan teman-teman. Kadang aku merasa, "Kamu ini kenapa?! Bisa-bisanya kamu sedikitpun tidak merasa sedih. Kamu ini, benar sayang sama Abah nggak sih?"

Bah, sekarang ini Lia sedang menyukai seseorang, tapi orang tersebut nampaknya tidak memiliki perasaan yang sama kepada Lia. Yah, untuk urusan asmara putrimu ini bisa terbilang cukup rumit. Sekali putrimu ini menyukai seseorang, rasanya ia enggan melepaskan perasaan tersebut. Bah, jangan marah karena ini, ya? Abah tenang aja, orang itu tidak berada pada satu pulau yang sama dengan Lia sekarang ini. Bah, bagaimana menurut Abah kalau perasaan ini Lia manfaatkan sebagai tameng untuk hati yang lain datang? Jadi Lia setidaknya bisa terhindar dari zina dalam hubungan yang namanya pacaran. Ketika waktunya tiba saat pemilik rusuk ini datang, semoga saja ia adalah pemilik yang tepat, ya, Bah? Semoga pemilik itu merupakan sosok pemilik yang abah restui.

Lia yakin, masih banyak hal juga yang ingin abah lakukan bersama Lia, Mama, Kakak ...
Tapi simpan semua itu untuk nanti, Bah.
Ketika kita sudah berkumpul bersama di alam yang kekal nanti.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rasanya post kali ini kurang terlalu ngena dibanding post sebelumnya.
Maafin, yak, efek UTS (^^ ")

Seribu Kisah untuk Abah

Posted by ayachin
Kamis, 29 Oktober 2015

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.
K-On Mio Akiyama

Follow me

Nama Jepangku ~

- Copyright © 2013 Aau-chan's World -Sao v2- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -