Kemarin tanggal 14 Februari ya? Wah ... berarti ada event khusus dong, yah. Kalo gitu aku mau ngucapin dulu deh. Ekhem. Happy ....................................................................................... Birthday, Abah! Yap, si Abah ulang tahun hari ini ^^
Hari yang orang lain sebut-sebut sebagai hari kasih sayang tidaklah begitu di mataku. Tanggal 14 Februari ya hari ulang tahunnya si Abah. Tidak ada yang berkesan kecuali satu, kemarin aku jogging sama si dia. *cieeeee* Rasanya menyenangkan, keliling-keliling pendopo dan bercanda ria. Berbicara banyak hal dan menertawakan banyak hal. Tidak ada degup kencang saat aku bersamanya. Tidak ada panas dingin saat kami tidak sengaja bersenggolan. Yang kurasakan hanya satu saat bersamanya; nyaman.
Dan itu cukup.
Waktupun berlalu begitu cepatnya. Jam menunjukkan pukul 5.30. Waktunya pulang. Waktunya berpisah. Tidak ada rasa "berat" saat waktu memisahkanku darinya. Oke, kuakui sedikit. Hanya seeeeedikit. Kurasa, aku sudah cukup baik dalam meng-handle perasaan suka ini. Kuharap. Nantinya, jika kami sudah benar-benar terpisah *kuliah di kota berbeda* aku sudah siap menjalani hari tanpa melihatnya lagi, untuk waktu yang sangat lama :')
Oh, iya. Kemarin, Lia, sahabatku -sekaligus saudara senamaku *sama-sama ada kata Lia dalam nama kami*- berkata padaku bahwa ia akan memberiku sebuah hadiah hari ini. Dan hari ini pun ia memberikannya padaku, sebuah kotak kecil dari kertas yang ia buat sendiri dengan hadiah gantungan hp berbentuk sepatu dari plastik. Sekilas, hadiah ini tampak sederhana. Tapi bagiku, hadiah ini sangat luar biasa. Ah, sudahkah aku memberitahumu bahwa ada surat di dalamnya?
Yap. Itulah surat dari Lia yang sangat, sangat membuatku terharu :')
Apa ada yang bertanya-tanya apa hubungan semua ini dengan judul post ini?
Oke, jawabannya akan kamu temukan jika kamu membaca post ini sampai selesai.
Ketakutan dalam persahabatan.
Hey, kamu. Seberapa banyak teman atau sahabat yang kamu miliki?
Sepuluh? Dua puluh?
Seberapa banyak teman yang datang di kala kau sakit?
Sepuluh? Dua puluh?
Seberapa banyak teman yang mengulurkan tangan di kala kau membutuhkan pertolongan?
Sepuluh? Dua puluh?
Meski kamu mengenal sejuta manusia, kenyataannya yang pasti ada untuk kita hanyalah beberapa. Pernahkah kamu menganggap seseorang begitu spesialnya, menganggap dia sahabat sejati dan sebagainya tapi dia tidak melakukan hal yang sama? Atau, sempat melakukan hal yang sama namun kedepannya justru meninggalkanmu begitu saja?
Bagaimana perasaanmu saat itu?
Tentunya menyakitkan, pasti. Rasanya seperti berjuang sendirian. Berjuang membangun tembok persahabatan namun sahabatmu itu hanya termenung melihat kita yang sibuk sendiri. Dan ketika dia sudah capek termenung, dia akan menjauh begitu saja. Mengendap-endap, lalu pergi tanpa kita sadari. Atau, terang-terangan pergi dan menghancurkan tembok itu hingga berkeping-keping.
Inilah ketakutanku dalam memulai sebuah persahabatan. Karena aku pernah membangun sebuah persahabatan yang akhirnya hancur begitu saja. Yang membuat ku dan nya tak lagi bertegur sapa seakrab dulu. Yang membuat ku dan nya tersenyum dalam rasa yang disebut canggung.
Siapa, sih, yang tidak ingin memiliki teman sehati dan sepemikiran? Sepemikiran dalam artian sama dalam menginterpretasi mana hal yang baik dan mana hal yang buruk. Aku sudah berkali-kali mencoba membangun persahabatan dengan orang-orang yang kiranya berpotensi menjadi teman sehati dan sepemikiran itu. Namun pada akhirnya, hanya aku yang berjuang.
Pertemuan pertamaku dengan Lia adalah ketika LPMT alias Lingkaran Penulis Remaja Tabalong mengadakan workshop kepenulisan. Aku dan Lia datang lebih dulu di perpustakaan daerah. Karena tidak ada siapa-siapa, aku iseng memulai pembicaraan daripada hanya diam. Awalnya kami hanya membicarakan topik ringan seperti betapa ngaretnya ketua LPMT yang bilang jam setengah 8 sudah harus ngumpul, dan ternyata topik berjalan semakin jauh. Belakangan aku tahu Lia ini termasuk anak berprestasi.
Iapun berbicara banyak hal padaku sampai pada kejadian naas yang menimpa ayahnya dan merenggut nyawa ayahnya di depan matanya. Yang kupikirkan saat itu adalah; ini kali pertama aku bertemu dan berbicara padanya dan ia sudah percaya padaku untuk berbicara hal yang ... seperti itu? Yang menyangkut kenangan keluarga? Betapa ... apa orang ini tipikal yang mau bicara hal seperti ini kepada siapa saja? Atau memang dia memiliki feel bahwa aku mungkin dapat menjadi sahabat sehati-sepemikirannya? Otakku terus bertanya-tanya, dan aku terus menggali jawabannya.
Karena jarak antar rumah yang jauh, aku dan Lia hanya bisa bertemu sekali dalam seminggu. Aku merasa klop dengannya karena kami hampir memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu. Akupun ingin percaya. Sekali lagi percaya pada feeling itu. Feeling yang mengatakan bahwa aku menemukan orang yang tepat. Orang yang bisa menjadi teman sehati dan sepemikiran.
Dan akhirnya, semua benar-benar terjawab hari ini. Semua benar-benar terjawab dengan surat ini. Kali ini, tidak hanya aku yang berjuang membangun tembok itu, tapi Lia juga. Kami berdua sama-sama berjuang membangun tembok persahabatan yang kelak akan menjadi sebuah rumah. Lalu kami akan terpisah dan suatu hari di kala kami sudah tua nanti, kami akan bertemu lagi dan masuk ke dalam rumah itu. Kami akan menempelkan tangan di dinding dan berjalan sambil menyentuh dinding dengan bangganya. Bangga, karena tembok itu kami bangun bersama. Lalu kami akan mengamati foto-foto kenangan kami bersama yang kami abadikan di tembok itu sambil tertawa dan bercucuran air mata nostalgia. Ya, perasaan seperti itu. Aku akan berjuang untuk mewujudkannya, bersamanya.
Yang ingin kukatakan di sini adalah,
Hey! Tidak perlu takut untuk menjalin sebuah relasi yang bersama persahabatan. Kau mungkin akan ditinggalkan oleh (calon) sahabatmu itu berkali-kali tapi yakinlah!
Tuhan akan memberikanmu yang terbaik, pada akhirnya.
Jika kau berhenti di tengah jalan, maka sampai kiamatpun kamu takkan pernah melihat akhir.
Apalagi jika kamu tidak ingin memulai, bagaimana bisa kau berharap untuk melihat akhir?
Tenang. Sukses itu diawali oleh huruf S. Karena itu, sebelum Sukses, kita harus Susah dulu. Sukses di sini yang aku maksud adalah sukses dalam persahabatan. Kapan kita mengetahui bahwa ini adalah akhir perjuangan kita dalam mencari sahabat? Jawabannya: kita takkan pernah mengetahuinya. Bahkan dengan surat dari Lia ini, bukannya tidak memungkinkan jika suatu hari kami justru musuhan. Tapi dengan surat ini, perjuanganku yang sungguh-sungguh dalam bersahabat baru saja dimulai. Kesimpulannya? Jangan berhenti berjuang. Berjuang untuk membuktikan bahwa dia-lah atau mereka-lah akhir yang terbaik untukmu.
Quotes untuk postingan kali eneeeeeh :
You'll never see the end if you don't even want to try because of your fears.
The true end sometimes comes slowly, but surely. Just believe that good things come on the right time.
-Aau-chan
Oke sampe situ dulu postingan kali ini ...
Salam!
PS : Kalo kamu udah nyerah buat nyari sahabat sehati-dan-sepemikiran, tenang, masih ada aku kok! Haha :D