Posted by : ayachin
Rabu, 20 Maret 2013
Coba deh lu tarik nafas lu
dalam-dalam. Sudah? Bagus. Berarti elu
masih hidup. Well, gue di sini mau bahas tentang apa itu yang namanya “hidup”
versi gue. Umm ... enaknya prolognya dari mana dulu ya? Ah, udah deh. Lu baca
aja nih tulisan.
Menurut kalian “hidup” itu gimana
sih? Kalian biasanya menilainya relatif, ya ‘kan? Misalnya lu lagi sedih
diputusin pacar trus misalnya lu kecelakaan. Lu bilang “hidup” itu “sadis”.
Misalnya lagi lu lagi bahagia dan semua keberuntungan datang ke elu, pasti lu
bilang kalo “hidup” itu “indah”. Tapi menurut gue?
Suatu hari gue sama temen gue
lagi ngobrol tentang masa depan kelak. Kuliah di mana, cita-citanya apa, mau
punya anak berapa, kerja di mana, harapannya apa, nah disitu dia selalu
bilang kalo semua masa depannya nanti ortunya yang menentukan. Katanya, dia
oke-oke aja kalo ortunya nyuruh di sini atau nyuruh di situ. Well, gue ngerasa
aneh sama dia. Biasanya kalo urusan beginian pasti deh kita gak mau kalo ortu
yang nentukan.
Jadilah gue debat sama dia. Gue
bilang, “Emangnya elu gak mau apa nentuin masa depan lu dengan pilihanmu
sendiri? Ya ... biasanya ‘kan anak itu gak terlalu mau diatur-atur sama ortu.”.
Dan jawaban yang dia berikan bener-bener membius gue, “Life is simple, but the hardest thing is
to live on a simple way.”. Gue gak tau dari mana dia dapet kata-kata itu yang
jelas gue bener-bener terbius sama kata-kata itu.
Ya, hidup itu sebenarnya simple. Tapi
ngejalani dengan “simple” itu yang susah. Dalam pelajaran aja kita bisa ngeliat
kalo hidup itu gak se-simple itu ngejalaninya. Misalnya, pada pelajaran kimia
kita belajar apa itu yang namanya “atom”. Nah, kita tau atom itu partikel
terkecil penyusun suatu unsur. Simple, kan? Tapi atom masih terbagi lagi, ada
elektron, neutron, sama proton. Trus, atom punya nomor massa sama nomor atom,
*yang jelas gak ada nomor telepon*. Nah, si atom ini juga bisa berikatan dengan
atom lain dan menghasilkan senyawa. Eh, lama-lama ini jadi ngomongin kimia, ya?
Yah, itu tadi contoh tentang hidup kalo hidup itu ga-sesimple itu. Ingat ya
masih ada pelajaran lain yang musti dipelajari juga.
Ngga, gue gak akan menghasut elu.
Gue cuma memberikan gambaran apa itu “hidup” menurut versi gue. Tapi, kita gak
usah ngeluh. Tuhan baik kok sama kita. Dia ciptain hal abstrak tapi nyata yang
dapat kita rasakan, “perasaan”.
Yep, “pe-rasa-an”. Ketika kita
diberikan rezeki oleh-Nya, dia ciptakan perasaan bahagia sehingga kita akan
merasa kalau hidup itu indah, sehingga kita dapat melupakan sejenak kerumitan
hidup yang ada. Namun, kadang dia turunkan cobaan yang mungkin menyadarkan kita
yang terlalu bahagia akan kesenangan dunia. Dia ingin kita merasakan sedih,
agar kita tahu kalau tak selamanya hidup itu indah dan ketika kita dalam posisi
yang terpuruk, kita sudah dibekali mental yang kuat untuk menghadapinya. #tsaaah
Gue nulis *yah sebenernya ngetik,
sih* ini karena gue pengen. Semua berawal dari mata gue yang gak sengaja
ngeliat nenek-nenek yang kelihatannya pengemis. Apa fikiran yang terlintas
pertama kali kalo ngeliat nenek-nenek itu? Ngasih uang? Kasian? Gak peduli?
Well, fikiran gue malah melayang ke “the past”nya nenek-nenek itu.
Gue penasaran, gimana sih masa
lalunya nenek-nenek itu. Bagaimana masa kecilnya, remajanya, dewasanya, dan
hingga menjadi seperti itu. Apa nenek itu pernah mengenang sejenak masa
kecilnya? Canda-tawanya bersama kedua orang tuanya. Seorang anak yang
menumpahkan air matanya ke buaian hangat ibunya. Atau tindak polosnya yang
membuat orang tuanya tertawa.
Pasti kalian gak akan bisa
membayangkan berada di posisi beliau. Gue juga. Masa-masa kecil ini ... kita
lihat seperti permainan yang indah. Menginjak remaja kita mulai terlibat dengan
emosi. Ketika kita mulai menuju dewasa, kita akan benar-benar merasa kalau
hidup itu rumit.
Seandainya lo diberi tahu sama
Tuhan kalo lo tuanya nanti jadi pengemis, gimana? Dan sekarang anggaplah lo
sekarang sudah jadi “pengemis” itu. Apa yang bakal kamu rasain? Gue yakin kita
gak bakal pernah tau rasa “se-bagaimana-tidak-menyangkanya” kalo kita jadi
pengemis. Rasa yang seperti ... “Gue gak nyangka!” “Ini bukan gue!” “Gue
‘kecil’ hidupnya bahagia, kok. Kenapa jadi gini!?”
Nah, bagaimana dengan duniamu
yang sekarang?
Seperti yang pernah gue bilang. Every human has their own worlds.
Dunianya beragam antara satu dengan yang lain walau terkadang ada kemiripan
bahkan persis sama. Gue yakin, seseorang yang berada di dunia –yang menurutnya-
suram, pasti ada, walau hanya butiran sekali pun, “ke-bahagia-an” di sana. Buat
apa lo lahir kalo ketawa pun gak pernah. Pasti ada, gue yakin. Bahkan, sad
ending sekali pun bukan hanya sekedar “sad ending” tapi memiliki nilai
pelajaran yang sangat berharga.
Well, bagaimana pun kalian
merasakan kehidupan kalian, dengan atau tanpa seseorang di sisimu, ingatlah,
bahwa masih ada Tuhan yang mendengar keluhmu dan melihat setiap tetes air
matamu. Jangan pernah berkata kalau kamu cuma “sendiri”. Tuhan, selalu bersama
kita. Dimanapun.